Aksi Massa di Senayan
Sikap DPR dan Pemerintah Menginjak-injak Kedaulatan Rakyat Demi Kepentingan Jokowi
Rakyat sudah menilai apa yang dilakukan DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah keterlaluan mengangkangi hukum.
TRIBUN-PAPUA.COM - Rakyat Indonesia menyampaikan keprihatinannya atas tindakan DPR dan pemerintah yang dinilai membangkang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Rakyat sudah menilai apa yang dilakukan DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah keterlaluan mengangkangi hukum.
Sejumlah guru besar dan tokoh pun mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (22/8/2024).
Mereka di antaranya Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, Ikrar Nusa Bhakti, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, ahli politik Yunarto Wijaya, dan tokoh pers Goenawan Mohamad.
Mereka sudah memasuki gedung MK untuk diterima oleh pihak MK yang diwakili juru bicara MK, Fajar Laksono, dan anggota Majelis Kehormatan MK, Yuliandri.
Hingga pukul 11.00, pertemuan tengah berlangsung. Sementara itu, massa mulai berdatangan tak hanya di gedung MK, tetapi juga ke DPR dan seberang Istana Merdeka.
Bentuk nyata pengkhianatan
Pakar komunikasi Benny Susetyo menyatakan, keputusan Badan Legislasi DPR untuk menolak putusan MK merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap cita-cita proklamasi dan kedaulatan rakyat.
”Kita harus ingat bahwa keputusan MK tidak hanya mengikat secara hukum, tetapi juga merupakan hasil dari kesepakatan bersama untuk menjaga demokrasi dan menjamin hak-hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Dengan menolak keputusan ini, kata Benny, DPR tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga menginjak-injak kedaulatan rakyat yang seharusnya mereka wakili.
”Demokrasi adalah hasil dari upaya dan niat baik semua elemen bangsa untuk menghargai kedaulatan rakyat. Ketika kedaulatan rakyat dirampas oleh kekuatan kartel politik yang menggunakan instrumen hukum untuk membungkam demokrasi, maka rakyat kehilangan makna dan roh dari demokrasi itu sendiri. Ini adalah pengkhianatan terbesar terhadap prinsip-prinsip dasar yang telah kita sepakati sejak proklamasi kemerdekaan,” jelasnya.
Sejauh ini, demokrasi Indonesia kembali berada di ambang krisis serius saat Baleg DPR dengan berani menentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Alih-alih menjalankan peran konstitusionalnya untuk menjaga supremasi hukum, DPR justru melangkah lebih jauh dengan menolak putusan yang seharusnya menjadi dasar hukum tertinggi.
Padahal, putusan MK bersifat mengikat dan non-binding.
Keputusan ini dinilai tidak sekadar mencerminkan penolakan terhadap batas usia calon kepala daerah, tetapi lebih dalam dari itu, mengisyaratkan adanya pengkhianatan terhadap cita-cita proklamasi dan kedaulatan rakyat yang menjadi fondasi negara ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.