ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Papua Terkini

Polisi Pencabul Anak di Keerom Papua Divonis Bebas, DPR RI Geram

Status terdakwa sebagai anggota Polri, yang seharusnya melindungi masyarakat, juga seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi majelis hakim.

KOMPAS.com/NURWAHIDAH
Ilustrasi polisi 

Kuasa hukum korban mengaku keberatan dan telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Tim pengacara juga akan mengirim surat ke Komisi Yudisial, pada Senin (17/03), sebagai upaya untuk mencari keadilan.

“Yang kita takutkan, pelakunya sudah bertugas lagi di kesatuannya. Pelakunya sering lewat di depan rumahnya. Kita khawatir kalau korban tidak sengaja melihat pelaku lalu lalang traumanya kembali," kata Kuasa Hukum Korban, Dede Gustiawan Pagundun.

Baca juga: Hakim PN Jayapura Vonis Bebas Oknum Polisi Terdakwa Kekerasan Anak di Keerom Papua, Keluarga Kecewa

Tuduhan pencabulan terhadap korban mengemuka di Kabupaten Keerom, Papua, pada 2022. Saat itu, korban berusia lima tahun.

Korban kemudian bercerita kepada kakaknya. Keluarga korban kemudian melaporkan kasus ini ke Polda Papua pada 2023. 

KEKERASAN SEKSUAL - Jumpa pers keluarga korban kekerasan seksual anak di Keerom dan Penasihat Hukum keluarga korban Dede Gustiawan Pagudun (kanan) di Abepura, Kota Jayapura, Papua
KEKERASAN SEKSUAL - Jumpa pers keluarga korban kekerasan seksual anak di Keerom dan Penasihat Hukum keluarga korban Dede Gustiawan Pagudun (kanan) di Abepura, Kota Jayapura, Papua (Tribun-Papua.com/Putri Nurjannah Kurita)

"Enam bulan kemudian pelakunya baru ditahan," kata Dede.

Kasus ini sempat diselesaikan oleh keluarga korban dan keluarga terdakwa yang difasilitasi oleh pihak Kepolisian Polres Keerom.

Proses persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura dimulai pada 2024, kemudian hakim memberikan putusan pada Januari 2025.

Majelis hakim, yang terdiri dari Hakim Ketua Zaka Talpatty, Hakim Anggota Korneles Waroi, dan Hakim Anggota Ronald Lauterboom menjatuhkan vonis bebas pada 20 Januari.

Dede Gustiawan Pagundun, menuding hakim tidak melihat secara jernih fakta-fakta di persidangan.

Hakim, sambungnya, hanya menyandarkan putusan pada ketiadaan saksi ketika dugaan perbuatan dilakukan.

"Tapi, pengakuan korban tidak dipertimbangkan hakim," ujar dia. 

Hal yang juga diabaikan hakim, kata Dede, adalah keberadaan surat kesepakatan yang dibuat antara pelaku dan keluarga korban di Polres Keerom, tempat terduga pelaku bertugas.

Surat kesepakatan itu antara lain memuat kesediaan terdakwa untuk membayarkan uang sebesar Rp 80 juta kepada keluarga korban untuk biaya pengobatan.

 "Surat kesepakatan itu adalah bukti pencabulan itu," klaim Dede.

"(Mana ada) orang yang tidak melakukan tindakan (pencabulan), tapi memberikan uang Rp80 juta? Tidak masuk akal," sebut Dede lagi. 

"Masa ada orang ada buat surat kesepakatan kalau orangnya tidak bersalah?" kilahnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved