Opini
Semua Memilih Diam Saat Rakyat Dipaksa Membeli BBM Mahal Tanpa Solusi
Fenomena serupa sudah terjadi sejak 2005, saat saya baru lulus SMA. Lalu, mengapa masalah ini masih berlanjut meski ada empat SPBU di Wamena?
Penulis: Noel Iman Untung Wenda | Editor: Paul Manahara Tambunan
Pembatasan kuota, waktu pengisian, dan sistem antri telah memaksa masyarakat untuk membeli BBM dengan harga yang lebih mahal dari pengecer.
Hal ini berdampak besar pada kehidupan ekonomi masyarakat, terutama bagi petani, tukang ojek, dan angkutan umum.
Mereka harus membayar harga tinggi untuk BBM, yang tentu saja berpengaruh pada biaya operasional dan harga barang.

Lebih parahnya lagi, permainan harga yang dilakukan oleh oknum penjual BBM di pinggir jalan memperburuk kesulitan ekonomi masyarakat kecil.
Baca juga: Penimbun Solar di Jayapura Marak, Modusnya Tangki Truk Dimodifikasi: Subsidi Dibajak Para Oknum?
Dengan harga yang melambung hingga 18 ribu hingga 21 ribu per liter, jelas bahwa banyak pihak yang mengambil keuntungan tidak wajar dari kondisi kelangkaan BBM ini.
Solusi yang diharapkan
Berdasarkan fakta dan analisis di atas, saya berharap pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dan Kabupaten Jayawijaya dapat segera mengambil langkah-langkah nyata untuk mengatasi masalah ini. Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:
Koordinasi dengan APMS di Wamena untuk mengatasi pembatasan kuota pengisian, waktu pengisian, serta masalah harga BBM yang tidak terkontrol.
Koordinasi dengan pihak Pertamina untuk meminta penambahan kuota BBM dan pembukaan APMS baru di beberapa titik strategis di Wamena.
Penambahan kuota dan fasilitas ini diharapkan dapat mengurangi kelangkaan dan menurunkan harga BBM di wilayah ini.
Dengan adanya langkah-langkah ini, saya berharap kesejahteraan masyarakat asli Papua dapat tercapai, terutama dengan harga BBM yang lebih terjangkau dan biaya transportasi yang lebih murah. (*)
Benny Mawel adalah Wakil Ketua II MRP Papua Pegunungan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.