ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Kontak Tembak di Intan Jaya

Satgas Operasi Habema Bentukan Kogabwilhan III Diduga Melakukan Pelanggaran HAM Berat di Intan Jaya

Data terkait jumlah korban pada konflik bersenjata ini berbeda antara informasi dari Satuan Tugas (Satgas) Koops TNI Habema ataupun Bupati Intan Jaya.

Tribun-Papua.com/Istimewa
WARGA MENGUNGSI - Masyarakat dari sejumlah kampung di Intan Jaya mengungsi ke Distrik Hitadipa dan Sugapa, akibat konflik yang melibatkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Konflik bersenjata antara Satgas Gabungan TNI Koops Habema dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) - Organisasi Papua Merdeka (OPM) pecah di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah pada Rabu (14/5/2025).

Data terkait jumlah korban pada konflik bersenjata ini berbeda antara informasi dari Satuan Tugas (Satgas) Koops TNI Habema ataupun Bupati Intan Jaya.

Satgas Koops TNI Habema menyatakan adanya 18 anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang dilumpuhkan di beberapa kampung yang ada di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, pada Rabu (14/5/2025).

Mereka juga menjelaskan bahwa pihaknya mengamankan senjata api (senpi), amunisi, hingga bendera bintang kejora dan barang bukti lainnya dari operasi tersebut.

Baca juga: Kontak Tembak Pecah di Puncak Papua, OPM Tuding TNI Bakar Rumah Warga

Lebih lanjut, secara tertulis dijelaskan bahwa operasi tersebut berlangsung sejak pukul 04.00 WIT hingga 05.00 WIT.

Adapun kampung yang menjadi lokasi operasi KKB adalah Kampung Titigi, Ndugu Siga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Kampung Zanamba.

Pada perkembangannya, Bupati Intan Jaya menyebutkan bahwa hanya ada tiga orang korban konflik bersenjata di Intan Jaya dan dalam proses evakuasi ke Timika.

Selain itu, ada 3 orang masyarakat sipil dan empat orang anggota TPN-PB yang meninggal dunia. Tujuh orang warga sipil dinyatakan hilang.

Ketidaksesuaian data ini terlihat dari pernyataan Satgas Koops Habema yang menyatakan bahwa ada 18 orang TPN-PB yang dilumpuhkan, sedangkan menurut Bupati Intan Jaya, hanya 4 saja yang berasal dari TPNPB.

WARGA SIPIL : Almarhuma Hetina Mirip, Ibu kandung Antonia Hilaria Wandagau, saat ditemukan terkubur di lahan milik warga di Sugapa Inta Jaya belum lama ini. Hetina Mirip diduga merupakan korban kekerasan personel TNI saat bertugas di Intan Jaya.
WARGA SIPIL : Almarhuma Hetina Mirip, Ibu kandung Antonia Hilaria Wandagau, saat ditemukan terkubur di lahan milik warga di Sugapa Inta Jaya belum lama ini. Hetina Mirip diduga merupakan korban kekerasan personel TNI saat bertugas di Intan Jaya. (Tribun-Papua.com/istimewa)

"Kami menilai bahwa ada 14 orang yang dilumpuhkan oleh Satgas Koops Habema kemungkinan besar adalah masyarakat sipil," dikutip dalam siaran tertulis Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-YLBHI, Senin (26/5/2025).

Dugaan pelanggaran HAM berat dengan alasan sebagai berikut:

1. Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM;

2. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, Pasal 9 ayat (1), UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM;

3. Tindakan ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan seperti yang dimaksud pada Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dimana kejadian terhadap kemanusiaan didefinisikan sebagai: “Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil”.

Selain dugaan tindak pidana pelanggaran HAM berat, LBH-YLBHI juga memberikan catatan atas adanya konflik bersenjata di Kabupaten Intan Jaya yang diduga terjadi karena ketidakjelasan status di daerah darurat konflik:

1. Pasal 7 ayat (4), Undang Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; telah dijadikan dasar TNI untuk membentuk Satgas Koops Habema dan lebih khusus ditempatkan pada Kampung Titigi, Ndugu Siga, Jaindapa, Sugapa Lama, dan Kampung Zanamba yang masuk dalam Wilayah Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

2. Dibalik pengerahan militer di lokasi tersebut, baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan UU TNI, beberapa daerah di Papua seperti Papua tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya telah sering terjadi konflik bersenjata antara TNI dan TPN-PB.

Baca juga: Operasi Militer Pecah di Intan Jaya, Persatuan Gereja-Gereja Buka Suara Akibat Jemaat Jadi Korban

Padahal, hingga hari ini Presiden Republik Indonesia belum memberikan kejelasan status daerah Darurat Operasi Militer atau Darurat Operasi Sipil Seperti dalam ketentuan Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 ayat (1), UU No. 3 Tahun 2025 tentang perubahan atas UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Berdasarkan uraian diatas, LBH-Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan sikap sebagai berikut;

1. Presiden Republik Indonesia harus segera mencabut UU Nomor 3 Tahun 2025 yang dapat digunakan sebagai dasar hukum adanya konflik bersenjata yang melahirkan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Dalam Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Papua;

2. Menteri Hak Asasi Manusia segera mencari alternatif kebijakan penyelesaian persoalan politik di Papua untuk mengakhiri konflik bersenjata di Papua;

3. Ketua Komnas HAM RI segera bentuk Tim investigasi dan melakukan penyelidikan atas adanya dugaan tindakan pidana pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Kabupaten Intan Jaya;

4. Panglima TNI segera perintahkan Kogabwilhan III untuk memfasilitasi Komnas HAM RI agar dapat menyelidiki Anggota Satgas Gabungan TNI Koops Operasi Habema di Intan Jaya atas dugaan tindakan pidana pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. (*) 

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved