ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Ratusan Mahasiswa Puncak se-Jabodetabek Geruduk Kantor Kemendagri, Ada Apa?

Warga di Puncak mengalami krisis kemanusiaan dan ribuan orang asli Papua terpaksa mengungsi ke Kabupaten Mimika, Nabire, Jayapura.

Tribun-Papua.com/Istimewa
AKSI MASSA - Ratusan mahasiswa asal Kabupaten Puncak di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang menamakan diri Front Gerakan Organik Melawan Eksistensi (FGOME) saat menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (15/7). Foto: Istimewa 

Deris juga menyoroti kebijakan keamanan dengan sebutan Komando Operasi Habema era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam seratus hari kerja.

Deris menyebut, Prabowo dengan latar militer melanjutkan pendekatan keamanan dengan menebalkan intensitas operasi udara. 

“Berdasarkan laporan Human Rights Watch pada Mei 2025, drone dan helikopter dijadikan alat serangan di Puncak. Bom dan mortar juga dihamburkan di sekitar kampung dan gereja di Ilaga dan Beoga yang berujung pelajar berusia 18 tahun bernama Deris Kogoya tewas terkena mortir tak jauh dari gereja,” kata Deris.

Laporan Human Rights Watch juga menyebut terjadi pembakaran kampung dan penguburan jenazah tanpa prosedur manusiawi seperti yang dialami Hetina Mirip.

Warga di Puncak mengalami krisis kemanusiaan dan ribuan orang asli Papua terpaksa mengungsi ke Kabupaten Mimika, Nabire, Jayapura, dan wilayah pegunungan lainnya. 

“Operasi militer sama sekali tidak mematuhi prinsip dasar hukum humaniter internasional. Operasi tidak membedakan mana kombatan dan warga sipil. Perlindungan terhadap fasilitas rohani, rumah penduduk, dan sekolah diabaikan,” ujar Deris.

Menurutnya, penolakan terkait rencana pembentukan DOB dan militerisasi pemekaran datang dari berbagai elemen di daerah.

Penolakan bukan hanya datang dari warga tetapi tokoh gereja, adat, pemuda, perempuan, dan lain-lain. 

Baca juga: Militer Datang, Ratusan Warga Kabupaten Puncak Papua Tengah Mengungsi: Trauma dan Ketakutan!

“Militerisasi daerah otonom baru malah menambah eskalasi kekerasan dan pengungsian warga malah terjadi secara masif di tanah leluhurnya sendiri. Apalagi ditopang dengan eksploitasi lahan masyarakat adat untuk kepentingan elite ekonomi dan militer,” kata Deris.

Menurut Deris, rencana pemekaran Puncak dalam melihat dan mencermati kondisi saat ini mubazir, berbahaya secara sosial, dan dapat memperparah marginalisasi serta militerisasi terhadap orang asli Papua. 

“Kami menolak, dan menuntut negara dan Pemda mempertimbangkan seluruh faktor adat, sosial, ekonomi, dan budaya sebelum memaksakan agenda administratif ini. Jika Anda memerlukan versi dalam bentuk surat resmi, naskah orasi atau dokumen hukum, kami akan menyiapkannya,” ujar Deris. 

Sekadar tambahan, Kabupaten Puncak merupakan hasil pemekaran dari induknya, Kabupaten Puncak Jaya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2008. Kabupaten Puncak resmi terbentuk pada 4 Januari 2008 dengan Ilaga sebagai ibu kota kabupaten.

Puncak memiliki delapan distrik dan 80 kampung. Kabupaten ini dibentuk atas nama pemerataan pembangunan dan pelayanan publik yang dipandang lebih pro rakyat. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved