Gauguin dan van Gogh sering bertengkar tentang topik besar seperti sifat seni. Persahabatan mereka perlahan memburuk.
Karena menderita demensia, van Gogh mengancam temannya itu dengan pisau sebelum akhirnya memotong telinganya sendiri.
Baca juga: Suku Agta di Pedalaman Hutan Filipina, Seperempat Populasi Prianya Diincar Ular Raksasa
Menurut penelitian sejarawan bernama Bernadette Murphy yang diterbitkan di situs Berkeley Library, sebuah gambar dari dokter yang menangani van Gogh menunjukkan bahwa sayatan yang jelas memotong semua telinganya.
Potongan telinga van Gogh tersebut kemudian diberikan kepada seorang wanita yang tengah berada di depan rumah bordil.
Menurut laporan surat kabar lokal, van Gogh mengatakan kepadanya untuk "menjaga benda ini dengan hati-hati."
Wanita tersebut kemudian pingsan di tempat.
Menurut penelitian Murphy, wanita tersebut adalah seorang petugas kebersihan.
Murphy juga menemukan laporan berita yang menyebutkan penerima telinga itu bernama Gaby.
Gaby juga bekerja di sebuah kafe yang sering dikunjungi van Gogh.
Alasan papas kuping
Kisah lain alasan mengapa van Gogh memotong telinganya adalah karena ia frustrasi adiknya akan menikah.
Van Gogh dan adiknya begitu dekat. Karena dari sisi finansial van Gogh begitu lemah, ia begitu mengandalkan adiknya untuk dukungan keuangan.
Mengutip CNN, menurut penelitian yang dilakukan oleh ahli seni Martin Bailey, Van Gogh kemungkinan besar putus asa bahwa pernikahan adiknya akan merusak hubungan dekat keduanya.
Baca juga: Mengenang Paus Benediktus VXI Diserang Wanita di Malam Natal 24 Desember 2009
Tekanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baru akan membuat adiknya memberikan uang lebih sedikit kepadanya.
Dokter van Gogh sendiri yakin bahwa seniman tersebut menderita epilepsi.
Selain itu beberapa ahli juga menyatakan bahwa van Gogh menderita kecanduan alkohol, gangguan bipolar, dan faktor-faktor lainnya.
Pemotongan telinga merupakan bentuk dari permohonan pertolongan dari van Gogh.
Karena van Gogh juga kerap berhalusinasi, memotong telinganya juga merupakan upaya untuk "membungkam" suara-suara itu. (*)
Artikel ini sudah pernah tayang di voi.id