Kerusuhan di Yalimo
Rasisme Picu Kerusuhan di Yalimo Papua Pegunungan, Wakil Gubernur: Ini Tidak Boleh Terulang Lagi
Seorang siswa, anak dari pedagang non Papua bernama Pak Kandas, diduga kerap melontarkan kata-kata bernuansa rasis kepada teman-temannya.
Penulis: Noel Iman Untung Wenda | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-papua.com, Noel Iman Untung Wenda
TRIBUN-PAPUA.COM, WAMENA - Wakil Gubernur Papua Pegunungan, Ones Pahabol, menegaskan bahwa rasisme adalah tindakan tidak pantas dan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun.
Hal ini ia sampaikan usai apel pagi di Wamena, Jumat, (19/09/2025), menanggapi kericuhan yang melanda Kabupaten Yalimo.
Kericuhan dipicu peristiwa di SMA Negeri 1 Yalimo.
Baca juga: 637 Warga Yalimo Mengungsi ke Wamena Papua Pegunungan, Didominasi Anak-anak dan Perempuan
Seorang siswa, anak dari pedagang non Papua bernama Pak Kandas, diduga kerap melontarkan kata-kata bernuansa rasis kepada teman-temannya.
Puncaknya, pada Senin (15/09/2025), siswa tersebut menyebut ketua kelasnya dengan kata “monyet” di ruang belajar.
Ucapan itu cepat menyebar melalui grup pesan singkat hingga memicu kemarahan warga.
Selasa (16/09/2025) pagi, terjadi bentrok antara siswa orang asli Papua (OAP) dan non OAP.
Situasi makin panas setelah rumah keluarga Pak Kandas di Elelim dibakar massa, lalu merembet ke sejumlah lokasi lain.
Menanggapi kondisi tersebut, Ones Pahabol menekankan pentingnya kesadaran bersama untuk menghentikan praktik rasisme.
"Orang Papua sudah sering mendengar kata ‘monyet’ dan itu sangat melukai. Saudara-saudara non Papua harus sadar, hal seperti ini tidak boleh terulang lagi,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa ucapan rasis dari satu orang bisa menimbulkan kerugian besar.
Baca juga: Yalimo Disulut Kebencian, Ratusan Warga Non-Papua Mengungsi ke Wamena Jayawijaya
“Hanya karena satu orang bicara, kerugian yang muncul sangat besar. Rumah terbakar, bahkan ada korban jiwa. Ini harus menjadi yang pertama dan terakhir,” ujarnya dengan nada keras.
Lebih lanjut, Wagub meminta masyarakat non Papua yang tinggal di Papua Pegunungan untuk lebih menghargai orang lain.
“Hargai orang lain, hargai karya Tuhan. Jangan merasa lebih hebat dari orang lain. Kalau hidup di negeri Papua, belajarlah menghargai,” pesannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.