ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Kerusuhan di Papua

Soal Kekerasan dan Masalah HAM di Papua, LIPI: Harus Berujung pada Pengadilan dan Rekonsialiasi

Pada akhir 2008, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah membuat penelitian untuk memetakan masalah utama di Papua.

(KOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI)
Seusai kerusuhan di Kota Jayapura, Papua, pada 29 Agustus 2019, pada Sabtu (31/08/2019) pagi aktifitas masyarakat sudah mulai pulih. Pasar tradisional, SPBU mulai beroperasi. Masyarakat, petugas kebersihan hingga Polisi mulai melakukan aksi bersih-bersih di jalanan 

TRIBUNPAPUA.COM - Pada akhir 2008, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah membuat penelitian untuk memetakan masalah utama di Papua.

Berdasarkan penelitian tersebut, LIPI memetakan empat isu utama di Papua, salah satunya, kekerasan yang dilakukan oleh negara dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Peneliti LIPI Adriana Elisabeth mengatakan, hingga saat ini siklus kekerasan di Papua belum bisa dihentikan.

Simon Patrice Morin: Kita Tak Punya Tokoh yang Mendalami Persoalan Papua seperti Gus Dur

Kekerasan yang dialami warga Papua secara berkelanjutan tidak hanya berasal dari negara atau aparat keamanan, tetapi juga kelompok sipil bersenjata.

Menurut Adriana, faktor kekerasan itu juga menjadi pemicu gejolak yang terjadi di Papua belakangan ini.

"Soal kekerasan negara dan pelanggaran HAM. Jelas pelaku kekerasan bukan lagi hanya negara tapi juga kelompok sipil bersenjata. Nah itu menunjukkan siklus kekerasan di Papua itu memang belum bisa dihentikan," ujar Adriana dalam diskusi 'Mengurai Akar Masalah dan Kondisi Terkini Papua', di Menara Kompas, Jakarta Barat, Kamis (5/9/2019).

Sebut Pola Pikir Pemerintah Terlalu Kaku soal Papua, Usman Hamid: Seolah Tak Ada Ruang untuk Dialog

Catatan Kompas.com, pada periode 1998 hingga 2016, tercatat lima kasus pelanggaran berat HAM terjadi di Papua.

Lima kasus itu adalah kasus Biak Numfor pada Juli 1998, peristiwa Wasior pada 2001, peristiwa Wamena pada 2003, peristiwa Paniai pada 2014, dan kasus Mapenduma pada Desember 2016.

Secara umum, kasus pelanggaran HAM itu terkait cara aparat keamanan dalam menangani aksi demonstrasi masyarakat Papua.

Isu disintegrasi yang membayangi Papua memperparah keadaan.

Polri Sebut Kelompok yang Terafiliasi ISIS di Papua Aktif selama Setahun Terakhir

Namun, hingga saat ini tidak jelas upaya penuntasan seluruh kasus tersebut.

Adriana mengatakan, jika pemerintah ingin menuntaskan akar permasalahan di Papua, maka kasus kekerasan dan pelanggaran HAM harus berujung pada mekanisme penyelesaian.

Mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh pemerintah, yakni pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan pengadilan HAM.

Meski UU KKR telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun inisiatif pemerintah untuk memulai rekonsiliasi penting dilakukan agat dapat memutus rantai kekerasan di Papua.

Pemprov Akan Utus Tim untuk Temui Mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Surabaya

"Kekerasan di Papua dan masalah HAM ini harus menuju pada terbentuknya Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi dan pengadilan HAM. Mau tidak mau itu harus ada di situ. Memang UU KKR dibatalkan, tapi kalau situasi ini menurut saya harus ada KKR. Kalau tidak ada seperti itu susah," kata Adriana.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved