Tak Setuju Wacana Presiden 3 Periode, Jokowi: Pengusulnya Ingin Menampar Muka Saya
Presiden Joko Widodo menegaskan tak setuju dengan usul masa jabatan Presiden diperpanjang menjadi tiga periode.
TRIBUNPAPUA.COM - Presiden Joko Widodo menegaskan tak setuju dengan usul masa jabatan Presiden diperpanjang menjadi tiga periode.
Ia pun curiga pihak yang mengusulkan wacana itu justru ingin menjerumuskannya.
• Soal Wacana Presiden 3 Periode, Formappi: Kerinduan Bisa Berkuasa Mirip Soeharto di Era Orde Baru
"Kalau ada yang usulkan itu ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/11/2019).
Jokowi menegaskan sejak awal ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca reformasi.

Sehingga, saat ada wacana untuk mengamandemen UUD 1945, Jokowi sudah menekankan agar tak melebar dari persoalan haluan negara.
"Sekarang kenyataanya begitu kan, (muncul usul) Presiden dipilih MPR, Presiden 3 periode. Jadi lebih baik enggak usah amandemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan internal yang tidak mudah diselesaikan," kata dia.
• Soal Usulan Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Fadli Zon: Indonesia Bisa Terpecah, Jangan Main-main
Sebelumnya, dalam rencana amandemen terbatas UUD 1945 terungkap berbagai pendapat dari masyarakat terkait perubahan masa jabatan presiden.
Ada yang mengusulkan masa jabatan Presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode.
Ada pula yang mengusulkan masa jabatan Presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.
Usul lainnya, masa jabatan Presiden menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak tiga kali.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid sebelumnya mengatakan, usul penambahan masa jabatan presiden didorong oleh Fraksi Nasdem.
• Soal Wacana Presiden Dipilih MPR, Ray Rangkuti Singgung Era Gus Dur: Situasi Anomali
Sementara Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menegaskan, fraksinya ingin amendemen UUD 1945 tidak terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN.
Saan mengatakan, meski belum diusulkan secara formal, Fraksi Partai Nasdem membuka wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Ada wacana, kenapa tidak kita buka wacana (masa jabatan presiden) satu periode lagi menjadi tiga periode, apalagi dalam sistem negara yang demokratis kan masyarakat yang sangat menentukan," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Menurut Saan, wacana penambahan masa jabatan presiden muncul dari pertimbangan efektivitas dan efisiensi suatu pemerintahan.
Ia berpendapat, masa jabatan presiden saat ini perlu dikaji apakah memberikan pengaruh terhadap kesinambungan proses pembangunan nasional.
• PBNU Minta Presiden Dipilih oleh MPR, Yunarto Wijaya: Semoga Enggak Lupa Tentang Sejarah Gus Dur
"Tentu ketika ingin mengubah masa jabatan presiden itu bukan soal misalnya satu periode tujuh tahun atau delapan tahun, atau per periode empat tahun. Tapi kira-kira masa jabatan presiden ini bisa enggak kesinambungan dalam soal proses pembangunan," kata Saan.
"Kalau kita punya seorang presiden yang baik, yang hebat, ternyata misalnya programnya belum selesai, tiba-tiba masa jabatannya habis, kan sayang. Ketika berganti akan ganti kebijakan, kesinambungannya kan terhenti," ucapnya.
Formappi: Kerinduan Bisa Berkuasa Mirip Soeharto di Era Orde Baru
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, usulan masa jabatan presiden tiga periode muncul karena elite partai politik rindu pada era Orde Baru.
Wacana ini muncul bersamaan sejumlah wacana lain, seperti wacana menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), wacana MPR sebagai lembaga tertinggi negara, hingga pemilihan presiden oleh MPR.
• Dianggap Lagu Lama, Wacana Presiden Dipilih MPR Dinilai Kontraproduktif dengan Penguatan Demokrasi
"Saya kira kerinduan bisa berkuasa mirip Soeharto dan kroni-kroninya di era orde baru yang banyak mendorong munculnya wacana-wacana seperti pemilihan Presiden oleh MPR, GBHN, masa kekuasaan tiga periode dan lain-lain," kata Lucius kepada Kompas.com, Minggu (1/12/2019).
Menurut Lucius, sejumlah wacana yang muncul belakangan ini bertolak belakang seluruhnya dengan semangat awal reformasi.
Pada awal reformasi, MPR memutuskan untuk mengubah praktik demokrasi tidak langsung, masa jabatan presiden yang tanpa batas, menghapuskan GBHN, mengubah fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara, untuk mencegah demokrasi sekadar jadi alat penguasa untuk mempertahankan otoritarianisme.
Namun, sejumlah wacana yang muncul belakangan justru seolah mendorong adanya perombakan sistem yang membuat Orde Baru bisa berkuasa tanpa batas alias sewenang-wenang.
• Jokowi Keluhkan Macet di Jakarta, Begini Reaksi Anies Baswedan
"Saya menduga, bagi penguasa, kemewahan berkuasa pada era Orde Baru itu tetap menjadi impian. Bagaimana tidak, presiden dan kroni-kroninya tanpa beban bisa melakukan apa saja dalam waktu lama," ujar Lucius.
"Penguasa bisa sewenang-wenang memperlakukan rakyat, tanpa perlu takut diprotes rakyat melalui pengadilan. Bisa memperkaya diri, keluarga dan parpol tanpa perlu takut diciduk KPK," lanjutnya.
Lucius mengatakan, masa jabatan presiden tiga periode hingga presiden dipilih MPR buruk dari sisi rakyat dan substansi demokrasi.
Sementara bagi penguasa, hal-hal tersebut adalah sebuah kemewahan.
Oleh karenanya, menurut Lucius, jika saat ini muncul usulan masa jabatan tiga periode, bukan tidak mungkin ke depan muncul wacana masa jabatan presiden yang lebih lama lagi.
"Saya yakin bukan tak mungkin (masa jabatan) akan diubah kembali menjadi lebih lama lagi. Wong rakyat sudah bisa ditawar-tawar kok soal waktu," katanya.
(Kompas.com/Ihsanuddin/Fitria Chusna Farisa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Presiden Jokowi: Pengusul Presiden 3 Periode Ingin Menampar Muka Saya dan Muncul Wacana Presiden 3 Periode, Formappi: Elite Rindu Kemewahan Berkuasa Orba