ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Virus Corona

Masyarakat Indonesia Susah Diminta untuk Tetap di Rumah saat Pandemi Corona, Ini Penjelasan Sosiolog

Pemerintah menyerukan protokol kesehatan, yakni tetap di rumah, menjaga jarak fisik dan sosial untuk mencegah penyebaran Virus Corona

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Petugas melakukan pemeriksaan terhadap pengendara yang melintasi check point pengawasan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kalimalang, Jakarta Timur, Selasa (14/4/2020). Polda Metro Jaya telah membuat check point di pintu masuk Jakarta untuk mengawasi PSBB dan akan ditambah seiring pemberlakuan PSBB di Bekasi dan Depok pada Rabu (15/4/2020). 

TRIBUNPAPUA.COM - Jumlah kasus positif Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia masih bertambah.

Data terbaru yang dirilis dari www.covid19.go.id, ada penambahan kasus Covid-19 sebanyak 282 kasus.

Sehingga total kasus sampai hari ini, Rabu (15/4/2020) menjadi 4.839 kasus.

Dari kasus tersebut, yang dirawat sebanyak 3.954, dengan angka kematian sebesar 459 dan yang telah sembuh sebesar 426.

Tak henti-hentinya Pemerintah menyerukan protokol kesehatan, yakni tetap di rumah, menjaga jarak fisik dan sosial untuk mencegah penyebaran Virus Corona.

Namun, masih saja ada masyarakat yang tidak mengindahkan seruan tersebut.

Bahkan, mereka pun sampai mudik ke kampung halaman, meski pemerintah telah menyuarakan agar tidak mudik demi menghentikan rantai penularan virus.

Melansir Kompas.com, ada penjelasan mengapa masyarakat Indonesia sulit untuk dimita mematuhi protokol kesehatan.

Soal Kemungkinan Pasien Corona yang Sembuh Terinfeksi Kembali, WHO: Kami Tak Memiliki Jawaban

Kata Sosiolog

SOSIALISASI PSBB -  Petugas gabungan kepolisian, dinas perhubungan dan Satpol PP Kota Tangerang sedang melakukan sosialisasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jalan Daan Mogot Km 19, Batuceper, Kota Tangerang, Selasa (14/4/2020). Pelaksanaan PSBB di wilayah Tangerang Raya akan mulai dilaksanakan pada Sabtu (18/4/2020) mendatang. (Wartakota/Nur Ichsan)
SOSIALISASI PSBB - Petugas gabungan kepolisian, dinas perhubungan dan Satpol PP Kota Tangerang sedang melakukan sosialisasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jalan Daan Mogot Km 19, Batuceper, Kota Tangerang, Selasa (14/4/2020). Pelaksanaan PSBB di wilayah Tangerang Raya akan mulai dilaksanakan pada Sabtu (18/4/2020) mendatang. (Wartakota/Nur Ichsan) (Wartakota/Nur Ichsan)

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Drajat Tri Kartono mengungkapkan, fenomena tersebut terjadi karena kurang eratnya social control yang dilakukan oleh negara.

"Jadi, kalau menurut saya mengapa ada social control dan government control, penyebab pertama karena inisiatif dan kontrol yang paling kuat ini dilakukan oleh negara belum bergandengan erat dengan social control," ujar Drajat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/4/2020).

Menurutnya, jika government control ini bergerak sendiri, harus diikuti oleh aparatur yang kuat untuk pengendaliannya.

Sebab, jika government control itu hanya berupa nasihat dan nasihat tersebut tidak berurusan dengan kesehatan dan pendidikan, maka penguatannya dinilai kurang.

Tetapi, apabila government control aparatur dan implikasi-implikasi pada perizinan dan administrasi di beberapa tempat diterapkan secara ketat, dan bagi pelanggar akan dikenai sanksi, maka hal itulah yang dinilai efektif bagi social control.

Ia menambahkan, jika telah diterapkan government control dan dilakukan darurat sipil atau darurat militer, maka dipastikan tidak akan ada yang melawan.

Sebut Pemerintah Fokus Tangani Pandemi Corona, Luhut: Boro-boro Mikir Ibu Kota Baru

Inisiatif Warga Perlu Dibangun

Warga melintas di Jalan Sudirman Jakarta yang tampak lengang, Senin (23/3/2020). Pemprov DKI Jakarta mengumumkan tanggap darurat virus corona (Covid-19) sejak 23 Maret 2020 hingga 14 hari ke depan dan menghimbau pekerja bekerja dari rumah. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Warga melintas di Jalan Sudirman Jakarta yang tampak lengang, Senin (23/3/2020). Pemprov DKI Jakarta mengumumkan tanggap darurat virus corona (Covid-19) sejak 23 Maret 2020 hingga 14 hari ke depan dan menghimbau pekerja bekerja dari rumah. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Selain itu, Drajat menyampaikan bahwa hal terpenting yang sejak awal harus dibangun yakni inisiatif dan pergerakan dari pemerintah.

"Menurut saya, aturan ini harus dibuat agar masyarakat terbangun inisiatifnya untuk menyadari bahaya akan virus corona," ujar dosen yang mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS ini.

Terkait informasi banyaknya pemudik dari Jakarta ke sejumlah daerah, Drajat mengusulkan agar pemerintah tidak hanya mengurusi kegiatan yang bergerak dari ibu kota ke kampung.

Namun, pemerintah juga harus di-push pada faktor budaya daerah, misalnya kepatuhan terhadap orangtua, ziarah makam, dan sebagainya.

Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mengedukasi dan medorong menolak mudik dengan cara halus kepada masyarakat.

Salah satu cara halus yang dapat digunakan yakni (misal) orangtua yang melarang anaknya untuk mudik lantaran orangtua khawatir jika si anak tertular Virus Corona saat berada dalam perjalanan pulang.

Tak hanya pemerintah saja yang bergerak, melainkan masyarakat lokal juga didorong untuk memanfaatkan modal sosial guna menghentikan penularan Virus Corona.

Termasuk Indonesia, Negara di Asia Dikahwatirkan Jadi Episentrum Gelombang Kedua Virus Corona

Negara Tidak Memberi Kompensasi

Suasana aktifitas di Terminal Senen Jakarta, Senin (13/4/2020). Hari pertama pelaksanaan PSBB di hari kerja, terminal dalam kota terlihat sepi penumpang walaupun lalulintas di sejumlah jalan di Jakarta terlihat padat kendaraan karena banyak warga memilih menggunakan kendaraan pribadi. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Suasana aktifitas di Terminal Senen Jakarta, Senin (13/4/2020). Hari pertama pelaksanaan PSBB di hari kerja, terminal dalam kota terlihat sepi penumpang walaupun lalulintas di sejumlah jalan di Jakarta terlihat padat kendaraan karena banyak warga memilih menggunakan kendaraan pribadi. TRIBUNNEWS/HERUDIN (HERUDIN/HERUDIN)

Sementara itu, faktor lain yang menjadi penyebab ketidakpatuhan karena adanya keterampasan yang tidak disertai dengan kompensasi.

Sehingga masyarakat mengalami kesulitan secara ekonomi di Jakarta dan mereka tidak diperbolehkan keluar dari rumah.

Dengan tidak bisa keluar rumah, mereka pun tidak dapat mendapatkan penghasilan bagi sebagian masyarakat di Jakarta.

Diketahui, orang-orang yang pergi ke Jakarta adalah orang-orang menengah ke bawah di desa-desa yang desa tersebut mengalami involusi.

Involusi merupakan proses kembalinya suatu organ ke ukuran semula.

Tetapi jika dikaitkan dengan kondisi ini berarti pertanian-pertanian sudah tidak dapat menyangga kehidupan.

Apabila mereka tidak ditopang kehidupannya, maka mereka akan sulit bertahan hidup.

Kelangsungan hidup ini dapat terjamin jika pemerintah dan pengusaha-pengusaha besar di ibu kota mau mendukung.

Kemudian, bagi para pekerja di ibu kota, adanya kompensasi merupakan sebuah kesempatan bagi mereka untuk dapat bertahan hidup di tanah rantau.

Sedangkan jika pemerintah tidak memberikan kompensasi, tentu mereka akan pulang untuk mendapatkan jaminan hidup dan sosial dari keluarga.

Selain itu, penyebab orang-orang menjadi tidak patuh karena mereka melihat di jalanan masih banyak motor dan mobil yang beroperasi, dan mereka aman-aman saja saat pulang.

"Ketidakpatuhan ini juga didukung jika mereka tidak mendapatkan dukungan ekonomi," ujar Drajat.

Kulit Merah dan Gatal-gatal, Inilah Gejala Baru Terinfeksi Virus Corona

Bosan dan sudah mengerti

Penyebab lain dari perilaku masyarakat yang tidak patuh yakni mereka jenuh dengan pola yang sama dan merasa sudah mengerti.

Drajat menjelaskan, ketika hal itu terjadi, maka alternatifnya menggunakan jarak makna.

Jarak makna adalah simbol yang ketika diulang-ulang terus maka membuat orang menjadi jenuh/bosan dan orang akan menganggap hal itu tidak becus.

Informasi mengenai Virus Orona saat ini dinilai menggunakan pola yang sama dan diulang-ulang.

"Kegentingan semakin berkurang, itu mereka sudah mengerti kalau tidak boleh berkumpul, itu juga orang-orang pengetahuannya sudah cukup, jadi mereka berani keluar," ujar Drajat.

"Yang terpenting, jarak makna ini terus diolah secara bervariasi dan dengan melibatkan masyarakat, pelibatan inisiatif untuk ikut serta dalam upaya-upaya pengendalian ini," lanjut dia.

Di sisi lain, dalam mengatasi jarak makna yang semakin pendek ini, ia mengungkapkan, harus dilakukan masyarakat dengan cara berkolaborasi secara online yang terus menginfokan secara online.

Informasi yang disajikan dengan virtual mudik, virtual arisan, dan lainnya.

Menurutnya, aktivitas sosial sebaiknya jangan dihentikan, namun pengadaannya diubah menjadi virtual.

"Nah, kalau sudah ada seperti ini, maka dapat juga dibuat mudik virtual, tapi infrastrukturnya juga harus disediakan oleh negara, yakni berupa internet supaya dipermudah," ucap Drajat.

Harapannya, pemerintah mau membuat kuota lebih murah dan diusahakan dapat merambah ke wilayah pelosok agar dapat mengakses internet.

"Ini dapat difasilitasi, atau menjadi salah satu alternatif agar organisasi tetap hidup dan jalan, dan gerakan produktivitas," lanjut dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Mengapa Masyarakat Indonesia Susah untuk Diminta Tetap di Rumah Saat Pandemi Corona?

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved