ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Perjuangan ABK di Kapal China, Yuli Pernah Dipukuli ABK Lain karena Dapat Pujian Kapten Kapal

Yuli memulai petualangan hidup sebagai dengan mendaftar sebagai tenaga penangkap ikan dengan harapan meningkatkan taraf hidup.

(Dokumentasi Pribadi Yuli Triyanto) rief
Yuli saat menjadi ABK , memperlihatkan cumi cumi sebesar 80 kilogram hasil tangkapan di perairan Peru 

TRIBUNPAPUA.COM - Beberapa mobil MPV tampak berjejer di rumah Yuli Triyanto (26), mantan anak buah kapal ( ABK) pencari cumi-cumi berbendera China.

Akan tetapi, Yuli buru-buru membantah anggapan orang soal mobil di rumahnya adalah hasil dari dua tahun bekerja sebagai pelaut.

Beberapa kali dia malah berujar, uang hasilnya melaut selama dua tahun sudah tidak bersisa.

Setiap kali diajak berbincang tentang pengalamannya bekerja di kapal berbendera China, pandangan Yuli menerawang.

Meski sesekali suaranya tersendat menahan perasaan, tetapi dia secara runtut menceritakan kenangan selama dua tahun di kapal bernama Shouzu.

Kisahnya bermula setelah lulus dari sebuah sekolah menengah perikanan di tanah kelahirannya pada 2013.

Cerita ABK Kapal jika Ada yang Meninggal di Tengah Laut: Kalau Kapten Baik, Ditaruh Freezer Dulu

Yuli yang sejak kecil terbiasa bekerja keras karena kondisi ekonomi kurang beruntung harus mulai berpikir tentang masa depannya.

Maka dia mendaftarkan diri ke penyalur tenaga kerja Indonesia di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Turut mendaftar juga dua temannya yang sebaya.

Yuli memulai petualangan hidup sebagai dengan mendaftar sebagai tenaga penangkap ikan dengan harapan meningkatkan taraf hidup.

"Kontrak saya dengan PT di Pemalang itu, tertera gaji 300 USD. Dibayarkan tiap tiga bulan sekali dikirimkan ke rumah," tutur Yuli di rumahnya, RT 3 RW 4, Dukuh Karangturi, Desa Karangrejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (13/5/2020).

Kenyataan yang diterima, kiriman yang sampai ke rumah dipotong 100 USD per bulan dengan janji akan diserahkan saat kontrak habis.

Pekan pertama di atas kapal, Yuli mengaku kelimpungan karena dari penyalur tidak mendapat edukasi apa pun tentang jenis pekerjaan maupun standar operasional prosedur (SOP) yang harus dilakoninya selama menjadi bagian dari kapal berukuran 2.000 gross ton tersebut.

"Awalnya pakai bahasa isyarat. Orang-orang China di atas kapal tempat saya bekerja itu tegas dan disiplin. Tanpa basa basi. Kerja dan kerja adalah keseharian mereka," ungkapnya dengan mimik serius.

Sebenarnya jika para ABK asal Indonesia sudah dibekali dengan petunjuk SOP, Yuli merasa perlakuan kasar mungkin bisa diminimalkan.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved