ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

KKB Papua

KKB Perpanjang Siklus Kekerasan di Papua Pasca-Pasokan Amunisi dari Oknum Aparat

Dugaan sejumlah oknum anggota TNI memasok amunisi kepada pihak yang berafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

Editor: Roy Ratumakin
IST/Tribun Makassar
ILUSTRASI - Lekagak Telenggen, pentolan KKB Papua. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri berpandangan, dugaan penjualan amunisi oleh oknum anggota TNI merupakan bentuk penyimpangan.

Lebih dari itu, hal semacam itu berdampak pada penyelesaian masalah keamanan di Papua.

Dugaan sejumlah oknum anggota TNI memasok amunisi kepada pihak yang berafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua mesti ditelusuri dan ditindaklanjuti.

Baca juga: Ungkap Alasan KKB Putuskan Gabung NKRI dan Serahkan Amunisi, TNI Sebut Berkat Suksesnya PON XX Papua

Tidak hanya karena merupakan pelanggaran pidana, tetapi juga kasus tersebut dapat berdampak pada makin panjangnya siklus kekerasan di tanah Papua.

”Amunisi tersebut bisa dipastikan digunakan dan hal itu menghambat pemutusan siklus kekerasan yang masih terus terjadi sampai sekarang di Papua,” kata Gufron dikutip Tribun-Papua.com dari laman Kompas, Jumat (22/10/2021).

Sebelumnya, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tiga orang yang ditangkap di Kabupaten Mimika, Papua, pada 30 September 2021, terungkap fakta mengenai seorang oknum anggota TNI yang memasok 604 butir amunisi kepada tiga orang yang berafiliasi dengan kelompok kriminal bersenjata di pegunungan Papua.

Ketiga orang tersebut adalah AB, KG, dan BS yang mengaku mendapatkan 604 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter dari oknum anggota TNI.

Menurut Gufron, selama ini terdapat dugaan bahwa secara langsung ataupun tidak langsung, konflik di Papua dipelihara.

Baca juga: KKB di Yapen Serahkan Amunisi ke Aparat, TNI: Setelah Lihat PON di Papua Mereka Putuskan Gabung NKRI

Kasus dugaan penjualan amunisi kepada pihak yang berkonflik merupakan salah satu bentuk penyimpangan dalam konteks pendekatan keamanan yang ada di sisi hilir.

Sementara, lanjut Gufron, persoalan mendasar yang selama ini tidak tersentuh adalah kebijakan keamanan yang diambil oleh pemerintah di Papua.

Baca juga: Pernah Mencekam saat Aparat Gerebek KKB, Sekolah di Yapen Timur Kembali Berjalan

Oleh karena itu, untuk memutus penyimpangan tersebut, yang diperlukan tidak hanya sekadar audit persenjataan, tetapi audit menyeluruh terhadap Papua, mulai dari kebijakan, gelar pasukan, dan operasi yang dijalankan, serta aspek transparansi beserta akuntabilitasnya.

Salah satu kebijakan yang mesti dievaluasi adalah penempatan aparat militer yang tidak hanya di perbatasan, tetapi juga di pos-pos yang berada di tengah permukiman warga yang selama ini dinilainya mengganggu warga, bahkan menjadi persoalan sistemik.

Ketika hal seperti itu tidak pernah dievaluasi, persoalan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi.

”Selama persoalan-persoalan itu tadi tidak dievaluasi dan dikoreksi, penyimpangan dalam konteks operasi keamanan selalu terjadi. Kasus itu merupakan persoalan di sisi hilir. Selama persoalan di hulu tidak disentuh, kasus serupa akan selalu berulang,” ujar Gufron.

Terpisah, Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Amiruddin Al Rahab mengatakan, kasus keterlibatan oknum aparat dalam memasok senjata untuk KKB telah banyak terungkap.

Halaman
12
Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved