ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

G30S PKI

Menakar Dalang G30S: Peran PKI, Konflik Internal AD, CIA hingga Soeharto

iapa dalang di balik peristiwa Gerakan 30 September (G30S) hingga kini masih menjadi perdebatan. Berikut 5 versinya. Baca!

Tribun-Papua.com/Istimewa
Soeharto (kiri) dan Soekarno (kanan). 

Penyebutan G30S/PKI sebagai bagian propaganda untuk menegaskan bahwa satu-satunya dalang di balik peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal Angkatan Darat adalah PKI.

Penamaan peristiwa ini selama bertahun-tahun digunakan dalam pelajaran sejarah sebagai satu-satunya versi yang ada.

Penamaan tersebut menutup kemungkinan munculnya versi lain yang memiliki sudut pandang berbeda atas peristiwa yang terjadi.

Kesimpulan tersebut diambil tanpa terlebih dahulu melewati sebuah penyelidikan.

Sejarawan John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto mengemukakan bahwa PKI sama sekali tidak terlibat secara kelembagaan.

Sebagaimana semestinya sebuah keputusan resmi partai yang harusnya diketahui oleh semua pengurus, rencana gerakan Untung hanya diketahui oleh segelintir orang saja.

Baca juga: Kisah Musso, Pimpinan PKI Madiun yang Dieksekusi Mati Sebelum G30S

Struktur kepengurusan partai mulai dari Comite Central (CC) sampai dengan Comite Daerah Besar (CDB) tak mengetahui sama sekali adanya rencana itu.

“Karena dia (Roosa) menggunakan sumber-sumber yang sangat kuat. Misalnya, keterangan pengakuan Iskandar Subekti, orang yang menulis pengumuman-pengumuman G30S di (Pangkalan) Halim.

Dia juga menggunakan keterangan pengakuan Brigjen Supardjo. Artinya orang-orang yang betul-betul terlibat secara meyakinkan dalam kejadian tanggal 30 September 1965 sampai paginya itu,” kata Asvi.

VERSI 2: Konflik Internal Angkatan Darat

Sejarawan Cornell University, Benedict Anderson dan Ruth McVey, mengemukakan dalam A Preliminary Analysis of the October 1 1965, Coup in Indonesia atau dikenal sebagai Cornell Paper (1971), bahwa peristiwa G30S merupakan puncak konflik internal Angkatan Darat.

Dalam Army and Politics in Indonesia (1978), sejarawan Harold Crouch mengatakan, menjelang tahun 1965, Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) pecah menjadi dua faksi.

Kedua faksi ini sama-sama anti-PKI, tetapi berbeda sikap dalam menghadapi Presiden Sukarno.

Kelompok pertama, “faksi tengah” yang loyal terhadap Presiden Sukarno, dipimpin Letjen TNI Ahmad Yani, hanya menentang kebijakan Soekarno tentang persatuan nasional karena PKI termasuk di dalamnya.

Baca juga: Petaka G30S PKI dan Kekuasaan Soekarno Dilucuti

Kelompok kedua, “faksi kanan” bersikap menentang kebijakan Ahmad Yani yang bernafaskan Sukarnoisme.

Dalam faksi ini ada Jenderal TNI AH Nasution dan Mayjen TNI Soeharto.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved