Papua Terkini
Pemerintah Harus Konkrit Dalam Penyelesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat di Papua
Maiton Gurik meminta agar di tahun 2022, Pemerintah Republik Indonesia harus kongrit dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM berat Papua.
Penulis: Hendrik Rikarsyo Rewapatara | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Hendrik R Rewapatara
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - CEO dan Founder Lembaga Riset Ekonomi Politik (LEMPAR) Papua Maiton Gurik meminta agar di tahun 2022, Pemerintah Republik Indonesia harus kongrit dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM berat Papua.
"Tiap tahun baru, rakyat Papua selalu sambut dengan duka dalam pengusian, akibat operasi militer Indonesia yang tidak terkontrol. Apakah tahun baru 2022 juga rakyat Papua akan sambut dengan sedih dan kekerasan?," kata Maiton kepada Tribun-Papua.com, Rabu (5/1/2022).
Baca juga: Refleksi Akhir Tahun, Kemenkum HAM Papua Raih Dua Penghargaan
Kata dia, pertanyaan itu, sangat berpotensi besar akan terjadi terhadap rakyat Papua.
"Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus konkrit dan tegas dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Papua," ujarnya.
Menurutnya, Pemerintah Indonesia tidak boleh terus menerus menciptakan kekerasan diatas kekerasan diatas tanah Papua.
"Harus ada solusi konkrit dan radikal dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dan bukan saja retorika kosong yang sering disampaikan di media-media tanpa ada langkah-langkah tegas dan proporsional," tegasnya.
Lebih lanjut kata dia, di tahun ini, tentunya masyarakat berharap agar rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kabinetnya harus ada solusi konkrit untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Papua.
"Kami juga ingatkan agar Presiden Jokowi harus tepati janji menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Papua, 2014 (saat kampanye Pilpres di lapangan Mandala Jayapura)," tuturnya.
Baca juga: Mahfud dan Jenderal Andika Bahas Kasus Pelanggaran HAM Berat di Papua, Segera Diungkap?
Ia menambahkan, saat ini juga masih ada beberapa daerah di Papua masih dalam konflik antara TNI dan TPNPB yang harus dihentikan.
"Artinya, Jokowi harus tarik militer non-organik dari tanah Papua. Sebab, konflik ini hanya melahirkan penderitaan, penyiksaan, dan trauma bagi rakyat sipil. Untuk mengakhiri hubungan konflik antara TPNPB dan TNI, harus melalui dialog yang interaktif dan persuasif," tutupnya. (*)