ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Supertasmar: Kemarahan Soekarno pada Soeharto dan Bantahan terhadap Supersemar yang Tak Didengar

Soekarno menerbitkan Supertasmar untuk membantah Supersemar dan meminta Soeharto tidak melampaui wewenangnya dan memberi laporan ke presiden.

(Dok. KOMPAS/Istimewa)
Soeharto (kiri) dan Soekarno (kanan) - Soekarno menerbitkan Supertasmar untuk membantah Supersemar dan meminta Soeharto tidak melampaui wewenangnya dan memberi laporan ke presiden. 

TRIBUN-PAPUA.COM - Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) pada tahun 1966 menjadi tonggak perpindahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.

Sejarah mengungkap, Supersemar dibuat Bung Karno atas permintaan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat berpangkat letnan jenderal (Letjen).

Disebutkan bahwa saat itu itu dibutuhkan mandat untuk memulihkan stabilitas politik nasional usai Gerakan 30 September 1965 atau peristiwa G30S/PKI.

Dalam surat tersebut sebenarnya Bung Karno memberikan perintah kepada Soeharto untuk melakukan pengendalian keamanan, termasuk terhadap dirinya selaku presidendan keluarganya.

Baca juga: Supersemar, Pembuka Jalan Soeharto Lengserkan Soekarno dari Kursi Presiden

Isi Supersemar adalah sebagai berikut:

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Namun isi surat tersebut diinterpretasikan lain oleh Soeharto. Presiden ke-2 Indonesia itu menganggap Supersemar sebagai penyerahan mandat kekuasaan dari Soekarno.

Sebab Soeharto menafsirkan "surat sakti" itu menjadi alat legitimasi suksesi kepemimpinan negara dari Bung Karno untuk dirinya.

Usai menerima Supersemar melalui perwakilan 3 jenderal suruhannya, Soeharto dengan serta-merta melalukan aksi beruntun.

Baca juga: Supersemar, dari Soekarno Kecolongan hingga Murka Soeharto

Setelah mengantongi Supersemar, Soeharto mengambil sejumlah keputusan lewat Surat Keputusan (SK) Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR, yang isinya adalah:

  1. Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
  2. Penangkapan 15 menteri pendukung Soekarno yang dituding terlibat atau mendukung G30S
  3. Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945

Selain itu, Soeharto juga memulangkan anggota Tjakrabirawa (yang terdiri dari sekitar 4.000 anggota pasukan yang loyal kepada Presiden), dan mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat (Puspen AD).

Soekarno Marah dan Keluarkan Supertasmar

Atas manuver Soeharto membubarkan PKI, Bung Karno marah dan meminta surat keputusan pembubaran PKI untuk segera dicabut. Namun Soeharto menolak.

Mengutip pemberitaan Kompas.com, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan Bung Karno melihat ada titik kekeliruan atas penafsiran dari Supersemar.

Supersemar pun banyak dinilai sebagai "alat kudeta" Soeharto terhadap Presiden Soekarno.

Asvi menyebut Bung Karno melalukan blunder terbesar melalui penulisan frasa "mengambil suatu tindakan yang dipandang perlu" dalam Supersemar.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved