ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Supertasmar: Kemarahan Soekarno pada Soeharto dan Bantahan terhadap Supersemar yang Tak Didengar

Soekarno menerbitkan Supertasmar untuk membantah Supersemar dan meminta Soeharto tidak melampaui wewenangnya dan memberi laporan ke presiden.

(Dok. KOMPAS/Istimewa)
Soeharto (kiri) dan Soekarno (kanan) - Soekarno menerbitkan Supertasmar untuk membantah Supersemar dan meminta Soeharto tidak melampaui wewenangnya dan memberi laporan ke presiden. 

Penegasan itu ia sampaikan dalam pidato peringatan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus tahun 1966.

"Dikiranya SP 11 Maret itu suatu transfer of authority, padahal tidak," kata Soekarno dalam pidato berjudul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau dikenal dengan sebutan "Jasmerah".

Baca juga: Soeharto, Repelita dan Misi Rahasia: Menginap di Rumah Warga Berbekal Beras dan Tempe

Dalam pidatonya itu, Soekarno juga menegaskan dikeluarkannya Supesemar tak lain sebagai perintah untuk menjaga stabilitas keamanan.

"Itu juga perintah pengamanan pribadi presiden, perintah pengamanan wibawa presiden, perintah pengamanan ajaran presiden, perintah pengamanan beberapa hal. Dan Jenderal Soeharto telah melaksanakan perintah itu dengan baik," ucap Bung Karno.

Meski begitu, kekuasaan Soeharto semakin besar di saat popularitas Bung Karno kian tergerus.

Pada 22 Juni 1966, Bung Karno menyampaikan pidato pertanggungjawaban di Sidang MPRS yang dikenal sebagai Nawaksara. Namun pidato itu ditolak MPRS dan Soekarno dianggap mengecewakan karena bersikeras tidak mau membubarkan PKI.

Pada akhirnya sang proklamator kemerdekaan melepas jabatannya sebagai presiden pada 7 Maret 1967.

Soeharto lalu ditunjuk sebagai penjabat presiden lewat Sidang MPRS, dan resmi menjabat sebagai presiden pada 27 Maret 1968.

Baca juga: Mengapa Soeharto Tak Ikut Diculik dan Dibunuh Saat G30S PKI?

Soal tuduhan melakukan kudeta, Soeharto pernah membantahnya.

Ia menyatakan Supersemar yang naskah aslinya hingga saat ini belum ditemukan itu, hanya digunakan untuk membubarkan PKI dan menegakkan kembali wibawa pemerintahan.

"Saya tidak pernah menganggap Surat Perintah 11 Maret sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan mutlak. Surat Perintah 11 Maret juga bukan merupakan alat untuk mengadakan kup terselubung," ungkap Soeharto dikutip dari Harian Kompas, 11 Maret 1971. (*)

Berita terkait lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengingat Cerita Supertasmar, Surat Bantahan Bung Karno terhadap Supersemar yang Tak Didengar

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved