ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Lukas Enembe Diperiksa KPK

Tak Berlaku Hukum Adat dalam Kasus Korupsi, KPK Diminta Segera Proses Lukas Enembe

Proses hukum adat di Papua tidak akan berpengaruh terhadap proses hukum pidana yang saat ini sedang bergulir di KPK. Hati-hati pengacara Lukas Enembe!

Papua.go.id
Gubernur Papua Lukas Enembe 

TRIBUN-PAPUA.COM - Jargon hukum adat tetiba digaungkan di masyarakat, pasca-penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK pun tengah mengusut dugaan suap Lukas Enembe atas kapasitasnya sebagai pejabat negara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan, saat ini korupsi tersebut dilakukan Lukas Enembe sebagai gubernur, bukan kepala suku.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengingatkan pengacara Lukas Enembe yang mengeklaim masyarakat adat di Papua meminta perkara dugaan korupsi kliennya diserahkan kepada hukum adat setempat.

Baca juga: KPK Didesak Segera Tahan Lukas Enembe, Gubernur Papua 2 Kali Mangkir dari Pemeriksaan

“Pengacara saudara Lukas juga harus memahami bahwa KPK saat ini sedang mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh gubernur, bukan seorang kepala suku,” kata Kurnia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2022).

Untuk itu, kata Kurnia, proses hukum adat di Papua tidak akan berpengaruh terhadap proses hukum pidana yang saat ini sedang bergulir di KPK.

“Tidak ada kaitan apa pun proses hukum adat dengan mekanisme pidana yang saat ini sedang dijalankan oleh KPK,” ujar Kurnia.

Kurnia meminta pengacara Lukas membeli dan membaca buku tentang hukum pidana dengan cermat.

Ia mengingatkan terdapat dua regulasi yang membuat suatu proses pidana bisa dihentikan yakni, Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pasal tersebut mengatur bahwa penyidikan bisa dihentikan jika penyidik dihadapkan dengan kondisi tidak terdapat cukup bukti, peristiwa dimaksud bukan tindak pidana, dan penyidikan dihentikan demi hukum.

Selain itu, Pasal 40 Undang-Undang KPK menyatakan penyidikan bisa dihentikan dika penanganannya tidak bisa dituntaskan dalam waktu dua tahun.

“Dua regulasi itu sama sekali tidak menyebutkan alasan penghentian penyidikan karena seseorang diangkat sebagai Kepala Suku,” tutur Kurnia.

Sebelumnya, kuasa hukum Lukas, Aloysius Renwarin menyebut kliennya telah diangkat sebagai Kepala Suku Besar.

Keputusan ini diambil oleh dewan adat dari tujuh suku di Papua. Ia kemudian mengklaim masyarakat adat di Papua meminta kasus dugaan korupsi Lukas diserahkan ke mekanisme hukum adat. 

“Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua,” kata Aloysius saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved