ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Mimika

Komite II DPD RI Serap Aspirasi Warga Mimika, Sekda: PTFI Beri Hal Positif kepada Masyarakat

Banyak hal positif tetapi ada juga  hal lain dan harus didiskusikan bersama-sama guna perbaikan lingkungan yang ada ini

Penulis: Marselinus Labu Lela | Editor: M Choiruman
Tribun-Papua.com
SERAP ASPIRASI - Suasana rapat dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan masyarakat yang terdampak, Sabtu (10/6/2023). 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Marselinus Labu Lela

TRIBUN-PAPUA.COM, TIMIKA - Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia menggelar rapat dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan masyarakat yang terdampak limbah pabrik atau dikenal dengan nama tailing.

Komite II DPD RI yang merupakan salah satu Alat Kelengkapan DPD RI mempunyai tugas dan wewenang di bidang sumber daya alam dan sumber daya ekonomi.

Baca juga: Dapat Bantuan Pembagunan 3 Ruang Kelas, Yayasan Mamunuok: Terimakasih PT Freeport Indonesia

Penjabat Sekda Mimika, Petrus Yumte kepada Tribun-Papua.com, Sabtu (10/6/2023) mengatakan, PTFI sudah ada di Papua sebelum Kabupaten Mimika dimekarkan.

Kehadiran PTFI secara keseluruhan telah memberikan hal-hal positif kepada masyarakat dan pemerintah daerah. 

"Banyak hal positif tetapi ada juga  hal lain dan harus didiskusikan bersama-sama guna perbaikan lingkungan yang ada ini," katanya. 

Sementara itu, Ketua Tim Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai mengatakan, pihaknya hadir di Mimika guna menyerap aspirasi masyarakat khususnya Distrik Mimika Timur Jauh, Distrik Jita, dan Distrik Agimuga.

Aspirasi ini terkait permasalahan pendangkalan sungai yang diduga terjadi akibat tailing tambang PTFI. 

Baca juga: PT Freeport Indonesia Bangun Sekolah TK Mamunuok di Kampung Utikini Baru Mimika

"Kami dialog dengan pihak terkait masyarakat terdampak untuk mencari solusi. Semua ini bukan jadi pemantik sesuai komitmen DPD adalah dari daerah untuk Indonesia," jelasnya.

Kedatangan DPD bukan sekadar formalitas, tetapi betul-betul mau mendengar langsung dampak limbah tailing  PTFI dari masyarakat Mimika agar mencari solusi untuk kehidupan masyarakat. 

"Kami coba untuk membuka ruang seluas-luasnya semua pihak untuk bersama membahas hal ini," jelasnya. 

Baca juga: Bagun Tiga Ruang Kelas TK Mamunuok, PT Freeport Indonesia: Jaga Sekolah Ini dengan Baik

Sementara itu, Daniel Perwira, Perwakilan PTFI mengatakan, dasar pengelolaan tailing sesuai dengan dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) PT Freeport Indonesia.

Amdal ini disetujui oleh pemerintah pada Desember 1997, melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-55/MENLH/12/1997. Persiapan AMDAL 300K, telah dipelajari 12 opsi pengelolaan tailing. 

Adapun opsi dikaji lebih  yakni, jalur pipa akan mempunyai risiko besar dalam pengoperasiannya karena medan yang sulit dan juga rawan terhadap gempa bumi.

Baca juga: Dukung Pelayanan Kesehatan, PT Freeport Suport Klinik Pemkab Mimika

Pada akhir 2002, Komisi Kaji Ulang Tailing PTFI (Review Panel Team) merekomendasikan ModADA sebagai opsi terbaik dan layak untuk diteruskan bagi pengelolaan tailing PTFI. 

Untuk pencapaian program Mitigasi Sedimentasi daru 2017 hingga 2022 meliputi, peningkatan kapasitas dan pelayanan bus masyarakat 5 desa DASKAMM, serta reaktifasi boat untuk masyarakat pesisir.

Dampaknya positif yakni pasar Ikan di Manasari sudah berdiri dengan harga kompetitif. Kemudian tempat mengumpulkan Ikan di Otakwa telah beroperasi 24 jam dimana PT Pangan Sari Utama (PSU) membeli ikan dari peserta program secara rutin dengan kuota 20 Ton per bulan. 

Kemudian Pemda Mimika mendampingi 8 orang petugas sosialisasi ke masing-masing desa," jelas Daniel Perwira.

Sementara itu, Adolfina Kuum, dari lembaga masyarakat wilayah Mimika Timur Jauh mengatakan, lebih dari 6.000 jiwa di 23 desa di 3 Distrik yaitu Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga telah terkena dampak tailing.

Baca juga: Dukung Pemerintah Papua Tengah Atasi Sampah, Tony Wenas: PT Freeport Sudah Zero Plastik

Dampak tersebut berpengaruh pada krisis air bersih, hilangnya mata pencaharian, ikan mati secara massal, gangguan kesehatan bahkan salah satau pulau bernama Pulau Keramat hilang.

"Sungai dan laut terdegradasi dan hilang, desa-desa dikelilingi limbah tailing. Suku sempan dan Kamoro mempunyai filosofi (3S) Sungai, Sagu dan Sampan hilang," kata Adolfina Kuum.

Selain itu, Suku Sempan dan Suku Amungme di Agimuga dan Jita dilupakan dalam setiap perjanjian dan kompensasi diberikan Freeport dengan alasan Agimuga dan Jita tidak termasuk dalam wilayah konsensasinya.

Baca juga: PT Freeport Indonesia Terima Anugerah Investasi Pionir 2023 dari BKPM

Sementara dampak pengendapan dalam air sudah meluas sampai ke Mimika Barat sampai di Kepulauan Arafuru.

"Jadi, pengendapan sangat parah dan degradasi pulau terjadi di Pulau Puriri, Kelapa Satu, Pulau Yapero dan Sungai Omogadan Inauga, kampung Pasir Hitam (hilang). Sejak 2016 di kepung limbah ini diluar kontrak karya yang sudah tertimbun tailing," pungkas Adolfina Kuum. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved