Info Jayapura
Perlindungan Anak dalam Konteks Sosial Budaya di Papua:Perlu Melihat Pengetahuan Lokal Masyarakat
Satu dari tujuan dari analisis sosial itu adalah mencoba mengemukakan kembali bagaimana pengetahuan lokal dan cara berpikir masyarakat.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Lidya Salmah
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Forum group diskusi (FGD) analisis sosial perlindungan anak dalam konteks sosial budaya di Kabupaten Jayapura, Papua berlangsung di sebuah hotel di Sentani, Distrik Sentani, Selasa (16/1/2023).
Kegiatan yang digelar Yayasan Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan Papua (YP2KP) sebagai mitra dari UNICEF Papua dibuka secara resmi oleh Sekertaris Daerah Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi.
Pemateri sekaligus, Antropolog dari Universitas Papua (Unipa) I Ngurah Suryawan mengatakan, satu dari tujuan dari analisis sosial itu adalah mencoba mengemukakan kembali bagaimana pengetahuan lokal dan cara berpikir masyarakat direkognisi dalam perumusan kebijakan.
"Salah satunya yang menjadi topik ini adalah tentang perlindungan anak," jelasnya.
Baca juga: Nilai Budaya dan Norma Sosial Berdampak bagi Perlindungan Anak, Ini Kata Hana Hikoyabi
Menurut Ngurah, baik pemerintah maupun lembaga masyarakat sama sekali absent dalam kajian maupun pandangan yang mencoba untuk memahami bagaimana komunitas berpikir dan menciptakan pengetahuan.
Forum tersebut, katanya, ingin melihat bagaimana konsep perlindungan anak menurut komunitas itu sendiri bukan karena pengaruh pemerintah atau lembaga masyarakat yang ada di wilayah komunitas.
"Kita selalu menuntut masyarakat berubah sesuai dengan keinginan kita, tetapi kita tidak pernah berubah mengikuti cara berpikir mereka, ini yang (kemudian) menjadi perspektif yang salah kaprah," jelasnya.
Dalam risetnya di Kabupaten Asmat Papua Selatan, dan Kabupaten Nabire, Papua Tengah, ditemukan masyarakat adat memiliki konsep tentang konsep tentang perlindungan anak dan pengetahuan tentang perlindungan anak.
Riset tersebut juga bertujuan sebagai landasan pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan lembaga masyarakat lainnya.
Pasalnya, sebut Ngurah, setiap komunitas dan kelompok etnik berbeda-beda itu yang sebenarnya kita gali.
Seperti contoh kasus di Asmat, kata Ngurah, mereka mempunyai lingkaran penguatan dalam menjaga keluarga dan anak seperti pendidikan inisiasi dusun sagu.
"Mereka mempunyai institusi ini untuk menjaga anak. Misalnya orang Sentani, Mee, Hubula (Papua Pegunungan) mereka pasti mempunyai nilai-nilai itu, karena itu harus gali untuk pengetahuan yang bisa tumbuh atau diadaptasi dalam berbagai macam kebijakan," ujarnya.
Baca juga: Atasi Persoalan Kampung Karya Bumi, Pemkab Jayapura Bakal Tindak Lanjuti Permintaan Masyarakat Adat
Menurutnya pengetahuan dan nilai-nilai adat menjadi berubah, namun perubahan itu yang akan dilihat untuk memahami masyarakat.
Salah satu peserta diskusi, Yanes Ohee Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura mengatakan, dari 22 puskesmas di Kabupaten Jayapura, Puskesmas di Kampung Pagai, Distrik Airu masyarakat asli sudah bercampur dengan masyarakat dari Wamena, Papua Pegunungan.
1.039 Mahasiswa Uncen Diwisuda, Rektor: Jadilah Cenderawasih Muda yang Berdampak |
![]() |
---|
Ketua Senat Uncen Ingatkan Alumni: Jangan Hanya Cari Kerja, Tapi Ciptakan Lapangan Pekerjaan |
![]() |
---|
Dosen FKM Uncen Pakai Teknologi RO Bantu Warga Keerom Atasi Kesulitan Air Bersih |
![]() |
---|
Warga Perbatasan Papua Nugini Ikuti Pelatihan Barista di Koya Kota Jayapura |
![]() |
---|
Warga Distrik Kaureh Kabupaten Jayapura Minta Bupati Yunus Wonda Perbaiki Jalan Kampung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.