Jurnalis Papua Dikeroyok di Nabire
YLBH Papua Tengah Kecam Kekerasan Polisi terhadap Jurnalis di Nabire, Kapolda Diminta Copot Kapolres
Kemerdekaan pers salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Penulis: Marselinus Labu Lela | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Marselinus Labu Lela
TRIBUN-PAPUA.COM, TIMIKA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Provinsi Papua Tengah mengecam kasus kekerasan dilakukan okum polisi terhadap sejumlah jurnalis saat meliput aksi massa di Nabire, pada Jumat (5/4/2024).
Dalam menjalankan tugas profesi jurnalis dilindungi UU Pers No 40 Tahun 1999.
Pasal 2 UU pers menyatakan, kemerdekaan pers salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Dalam pasal 4 ayat 1 mengatakan kemerdekaan pers menjamin hak asasi warga negara ayat 3 untuk menjamin kemerdekaan pers nasional memperoleh dan menyebarluaskan informasi.
Direktur YLBH Papua Tengah, Yosep Temorubun mengatakan, dalam melaksanakan tugas peliputan aksi demontrasi merupakan tugas sebagai pers dalam mengawal kebebasan menyatakan pendapat di muka umum.
Baca juga: Wartawan di Nabire Dikeroyok Polisi Saat Liput Demo, Kapolres Hanya Bisa Meminta Maaf
Menurutnya tindakan arogansi dilakukan oknum anggota Polres Nabire tidak patut dicontoh.
Lagi pula wartawan bersangkutan sudah menyampaikan bahwa dirinya wartawan, bahkan tanda pengenal sudah ditunjukkan yang bersangkutan dalam meliput aksi demonstrasi.
"Saya berharap sanksi administrasi berupa penundaan kenaikan pangkat dan dipindahtugaskan dari Polres Nabire ke Polres di luar Polres Nabire, tindakan oknum anggota Polres masuk dalam kategori tindak pidana pengeroyokan di muka umum unsur Pasal 170 ayat 1," kata Yosep kepada Tribun-Papua.com, Sabtu (6/4/2024).
Dalam pasal tersebut lanjut Yosep, barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenang bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang di pidana paling lama 5 tahun 6 bulan.
"Saya berharap jangan karena ulah satu orang oknum yang bersikap tidak baik membuat ketidak percayaan publik terhadap pihak lain, masih banyak anggota Polri yang memiliki prestasi bahkan hubungan mitra antara Polri dengan media begitu erat terbangun dengan baik selama ini," katanya.
Lanjutnya, sanksi disiplin kode etik perlu diterapkan sehingga ada efek jera dan menjadi pelajaran kedepan dalam mengawal aksi demontrasi lebih berhati-hati dalam mengendalikan aksi masa di lapangan.
Direktur YLBH Papua Tengah ini juga meminta Kapolda Papua untuk mencopot Kapolres Nabire dari jabatannya, selaku pucuk pimpinan yang bertanggung jawab di wilayah hukum Polres Nabire.
"Kapolres sebagai atasan dari para pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya. Karena itu saya minta Kapolda Papua mencopot Kapolres Nabire karena tidak mampu mengontrol anak buahnya yang mengawal jalannya aksi demontrasi," tegasnya.
Dikatakan, kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polres Nabire terhadap para wartawan menjadi presiden buruk bagi dunia pers.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/27062023-Yosep_Temorubun.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.