Menteri Bahlil Kunker ke Merauke
Belum Ada Kontrak Lahan MEGAPROYEK BIOETANOL di Merauke, Pemilik Ulayat: Hanya Diberi Rp 2 Miliar
Awal kesepakatan hanya melalui lisan, yakni perusahaan bakal menggunakan lahan masyarakat adat kurang lebih 180 ribu hektar selama 35 tahun.
Penulis: Yulianus Bwariat | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Yulianus Bwariat
TRIBUN-PAPUA.COM, MERAUKE - Pemerintah Pusat tengah menjalankan proyek strategis nasional swasembada gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Dampak positif untuk masyarakat Merauke dari Investasi perkebunan tebu ini, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di Merauke, sebab dengan adanya program tersebut dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak.
Namun yang menjadi pertanyaan apakah proyek strategis nasional Investasi perkebunan Tebu tersebut dapat menyerap tenaga kerja lokal yakni masyarakat adat pemilik hak ulayat?
Lalu, apakah pembayaran kompensasi terhadap hak atas tanah adat masyarakat adat Tujuh Marga yang digunakan untuk perkebunan sesuai dengan harapan? semuanya belum pasti.
Baca juga: Tinjau Proyek kebun Tebu di Merauke, Menteri Bahlil: Perusahaan Perhatikan Hak-hak Pemilik Ulayat!
Kepada sejumlah wartawan, Sergius Kaize anak dari Ketua Adat Zosom dari Kampung Baad, mengungkapkan masyarakat adat tujuh Marga yakni Kaize, Ndiken, Samkakai, Gebze, Mahuze, Balagaize dan Basik Basik, tidak mempersoalkan kehadiran perusahaan PT. Global Papua Intan untuk membuka perkebunan tebu di atas tanah adat mereka.
Sebab, menurut Sergius, kehadiran perusahaan tersebut diharapkan dapat mengurangi pengangguran dan memberikan ruang kerja kepada masyarakat Merauke.
Hanya, Sergius Kaize yang dipercayakan sebagai perwakilan masyarakat Tujuh Marga pemilik hak ulayat di Kampung Seremayam Merauke mengatakan pihak pemilik ulayat hingga kini masih menunggu kepastian terkait perjanjian secara tertulis antara pihak pemilik ulayat dan perusahaan yang mengelola lahan tersebut.
Pemilik ulayat telah memberikan lahannya untuk dijadikan lahan tebu sejak tahun 2012.
Perusahaan awalnya telah memberikan uang terhadap masyarakat pemilik ulayat kurang lebih Rp2 miliar sebagai tali asih.
Meski begitu, belum ada kesepakatan dan perjanjian tertulis tentang penggunaan tanah adat masyarakat tujuh Marga.
Sergius menuturkan, awal kesepakatan hanya melalui lisan, yakni perusahaan bakal menggunakan lahan masyarakat adat kurang lebih 180 ribu hektar selama 35 tahun dengan sistem kontrak.
"Soal kompensasi pembayaran berapa harga per meter tanah belum dibicarakan dan belum disepakati secara tertulis, intinya belum ada kepastian kontrak tertulis antara masyarakat dan perusahaan tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban perusahaan serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masyarakat adat," beber Sergius.
Menteri Bahlil tinjau lokasi megaproyek
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengunjungi Merauke untuk meninjau perkebunan tebu yang dijadikan sebagai megaproyek Bioetanol di wilayah Papua Selatan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/InvestasiKepala-BKPM-Bahlil-Lahadalia-men.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.