ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Papua Terkini

PERANG SUKU Telah Dipatahkan Lewat Injil Sejak Dulu, Kenapa Muncul Lagi? Ini Kata Paskalis Kosay

Paskalis bahkan mempertanyakan kehadiran perang suku saat ini yang berbeda dengan perang suku pada zaman sebelum injil dan pemerintah masuk.

Penulis: Noel Iman Untung Wenda | Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Istimewa
ILUSTRASI - Perang antar-warga di Kamkilama, Timika, Papua Tengah. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Noel Iman Untung Wenda

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Tokoh politik senior Papua Paskalis Kosay mengkritisi adanya perang suku di wilayah Papua Pegunungan yang menurutnya harus dihukum pelakunya dengan hukum positif.

Paskalis bahkan mempertanyakan kehadiran perang suku saat ini yang berbeda dengan perang suku pada zaman sebelum injil dan pemerintah masuk.

Baca juga: Dua Jenazah Korban PERANG SUKU di Nduga Dievakuasi ke Timika

"Orang selalu bilang perang suku itu suatu budaya. Tapi budaya buruk ini terus dipertahankan," kata paskalis kepada Tribun-Papua di Jayapura, Kamis, (4/7/2024).

Dikatakan ada perbedaan motif perang suku dulu dan sekarang maka hal ini harus dibedahkan.

 

 

"Kita perlu kaji motif perang suku jaman dulu dengan jaman sekarang. Perang suku jaman dulu motifnya adalah penguasaan wilayah konfederasi atau aliansi perang, motif lainnya untuk kesuburan kehidupan manusia maupun alam," ujarnya.

Dari hal ini sehingga upaya perdamaiannya melalui inisiasi adat, tapi sifatnya sementara, karena sewaktu waktu bisa muncul.

"Karena itu batas wilayah konfederasi selalu diawasi ketat dengan ditandai panggung pengintai yang sekarang dijadikan simbol obyek pariwisata itu," katanya.

Baca juga: Inilah Penyebab Perang Suku di Kenyam Kabupaten Nduga: Dua Warga Jadi Korban Pembacokan

Selain itu, kata mantan anggota DPR RI itu, untuk motif perang suku sekarang lebih dipicu oleh kepentingan ekonomi, politik, dan penguasaan lahan.

"Maka penyelesaiannya harus dengan penegakan hukum. Tidak perlu dengan negosiasi adat," tegasnya.

Harusnya, kata Paskalis, para pelaku diseret ke hukum positif untuk dipertanggungjawabkan tindakanya.

"Sebenarnya, akar konflik perang suku ini sudah dipatahkan/dihancurkan oleh masuknya pekabaran injil 70 tahun yang lalu. Disusul masuknya pemerintahan transisi Belanda ke Indonesia, budaya perang sudah dihancurkan dengan penegakan hukum," urainya.

Hal ini, kata Paskalis kenapa muncul kembali hal ini karena motif ekonomi dan politik maka perang suku di bedahkan dan harus di tindak sesuai hukum positif bukan hukum adat.

"Namun mengapa budaya perang suku ini kembali muncul? Tidak lain karena motif ekonomi dan politik. Karena itu penyelesaian akar konfliknya harus dengan penegakan hukum negara," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved