ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Jayapura

Sampaikan Keterangan di Sidang Pra Peradilan Victor Mambor, Saksi Ahli Ungkap Hal Penting ini

Hal itu dikatakan Ahmad Sofian saat hadir sebagai saksi ahli hukum pidana dalam sidang pra peradilan Viktor Mambor di Pengadilan Negeri Jayapura.

Tribun-Papua.com/ Putri
Suasana sidang pra peradilan Viktor Mambor di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA- Ahli pidana dari Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta, Ahmad Sofian mengatakan, bahwa penghentian penyidikan dianggap tidak sah jika pemohon memiliki cukup bukti, serta merupakan tindakan pidana jika sebuah peristiwa yang telah melalui proses penyelidikan dan penyidikan.

Hal itu dikatakan Ahmad Sofian saat hadir sebagai saksi ahli hukum pidana dalam sidang pra peradilan Viktor Mambor di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, pada Rabu (3/7/2024).  

Adapun, agenda sidang hari ini menghadirkan saksi-saksi.

Sofian mengungkapkan, penghentian penyidikan dianggap sah jika tidak terdapat cukup bukti.

Baca juga: SIDANG Pra-peradilan Victor Mambor Hadirkan Saksi Fakta dan Pembuktian SP3

Dan, sah tidaknya penghentian penyidikan, tergantung alasan penghentian penyidikan yang diatur di dalam Pasal 109 Ayat (2) KUHAP yakni bukan peristiwa pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum, yakni tersangka meninggal dunia, kasus kadaluwarsa, jangka waktu tuntutan sudah habis, dan tidak cukup bukti.

"Artinya dalam proses penyidikan penyidik tidak menemukan alat bukti," kata Sofian menjawab pertanyaan Kuasa Hukum pemohon, Ahmad Fathanah Haris dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.

Dalam proses pemeriksaan perkara pidana putusan pengehentian penyidikan tidak sah, otomatis penyidikan dilanjutkan tanpa harus ada laporan baru tetapi dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi atau alat bukti lainnya dan menemukan tersangka.

"Jadi tahap selanjutnya adalah melanjutkan pemeriksaan menemukan alat buktinya dan menemukan tersangkanya," kata Sofian.

Lebih lanjut, Ahmad menanyakan alat bukti dan saksi yang diperiksa apakah sudah memenuhi unsur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHP. 

"Jika ada laporan polisi serpihan ledakan seperti kapas, bercak hitam, olah TKP, uji lab forensik sudah menyatakan ada senyawa yang dapat memicu ledakan, dan bukti CCTV, serta 5 orang yang diperiksa, juga saksi ahli?" tanya Ahmad.

"Peristiwa pidana karena melalui rangkaian penyelidikan yang dilakukan oleh Pasal 5 Ayat 1 KUHP, memenuhi kualifikasi. Kalau sudah naik ke penyidikan lalu tinggal cari alat bukti, sudah memenuhi kualifikasi sebagai alat bukti apalagi saksi-saksi tersebut memenuhi kualifikasi melihat, mendengar, dan mengalami," jawab Sofian.

Sementara itu, Kuasa Hukum termohon Polda Papua, AKP Wahda J Saleh juga menanyakan kepada saksi mengenai tidak adanya korban jiwa dan kerugian materil dapat termasuk tindak pidana lengkap. 

"Apakah akibat sebuah ledakan tidak merugikan materil, korban, dan harta benda, pelaku tidak ditemukan, tidak pidana lengkap? Atau apakah cukup bukti?" tanya Wahda. 

Dikatakan ahli, tindak pidana itu keadaan dipidana orang yang menyebabkan akibat.

"Keadaan yang berpotensi menimbulkan akibat itu pidana," jawab Sofian.

Baca juga: Ledakan di Rumah Victor Mambor, Laurenzus Kadepa: Hentikan Teror terhadap Jurnalis!

Hakim Zaka Talpatty juga menanyakan bagaimana perkembangan kasus penyidik menilai alat bukti tersebut tidak memenuhi kualifikasi. "Ada 5 alat bukti, 1 alat apakah wajib di sampaikan kepada pemohon, dalam tahapan lewat satu lembaga," tanya Hakim Zaka. 

Merujuk pada Pasal 109 ayat 2 KUHAP, maka penyidik wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) lebih dahulu. 

"Tidak serta merta menghentikan penyidikan, tetapi harus disampaikan secara transparan,perkembangan penyidikan yang sudah dilakukan dan penyidik tidak memiliki alat bukti," kata Sofian. 

Baca juga: Yang Meledak Dikediaman Victor Mambor apakah Bom? Ini Penjelasan Kapolresta!

Keterangan saksi fakta dari termohon

Sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan,  di mana saksi fakta dari Polda Papua, Amil Salih (anggota Polsek Jayapura Utara) sebagai penyidik pembantu memberikan jawaban ketika ditanya Kuasa Hukum Ahmad mengenai berapa kali menggelar perkara.

"Kami melakukan ada 4 kali gelar perkara. Pertama, pada 30 Maret 2023. Kedua, 11 Mei 2023. Ketiga 27 Februari 2024. Gelar perkara membahas hal sama pada tanggal 11 Mei 2023 karena belum dilakukan pemeriksaan. Selanjutnya, gelar perkara terakhir pada 1 Maret 2024," jawab Amil.

Amil mengatakan pada tanggal 1 Maret, itu juga pihaknya melayangkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3. 

"Jadi ada peristiwa pemeriksaan, gelar perkara, SP3 di hari itu juga," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved