ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Asmat

Upaya, Harapan dan Tantangan Taklukkan Stunting di Asmat Papua Selatan

Kabupaten Asmat yang terkenal kaya akan budaya ukir dan alam yang memukau ternyata menghadapi tantangan besar terkait masalah kesehatan.

Editor: Roy Ratumakin
Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
ILUSTRASI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kunjungan kerja guna meresmikan Bandara Ewer di Kabupaten Asmat, Papua Selatan, Kamis (6/7/2023). 

TRIBUN-PAPUA.COM, ASMATKabupaten Asmat yang terkenal kaya akan budaya ukir dan alam yang memukau ternyata menghadapi tantangan besar terkait masalah kesehatan.

Satu di antara masalah kesehatan yaitu stunting.

Di wilayah ini, stunting atau kondisi kekurangan gizi kronis yang menghambat pertumbuhan anak menjadi masalah serius.

Baca juga: Jokowi Bilang Angka Stunting 2024 Turun Dibandingkan 10 Tahun Silam

Angka Stunting

Menurut data orientasi penguatan pencatatan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM), angka stunting di Kabupaten Asmat tahun 2024 mencapai 26,4 persen.

Perinciannya, dari 4.085 jumlah balita yang diukur, sebanyak 1.080 di antaranya mengalami stunting.

Adapun jumlah tersebut didapatkan dari penghitungan di 19 puskesmas yang ada di Kabupaten Asmat, dengan rincian sebagai berikut:

 

 

  • Puskesmas Kamur: dari 417 jumlah balita diukur, 98 mengalami stunting.
  • Puskesmas Primapun: dari 267 balita diukur, 108 mengalami stunting.
  • Puskesmas Basim: 317 balita, 126 stunting.
  • Puskesmas Atsy: 534 balita, 173 stunting.
  • Puskesmas Binam: 299 balita, 86 stunting.
  • Puskesmas Kolfbrasa 0 stunting.
  • Puskesmas Ayam: 144 balita, 38 stunting.

Baca juga: Ini Strategi Pemkab Mimika Gandeng Freeport Perangi Malaria dan Stunting

  • Puskesmas Agats: 1.050 balita, 169 stunting.
  • Puskesmas Sawaerma: 223 balita, 17 stunting.
  • Puskesmas Tomor: 194 balita, 52 stunting.
  • Puskesmas Unir Sirau: 187 balita, 91 stunting.
  • Puskesmas Nakai: 179 balita, 43 stunting.
  • Puskesmas Comoro: 0 stunting.
  • Puskesmas Yausakor: 0 stunting.
  • Puskesmas Mumugu: 69 balita, 30 stunting.
  • Puskesmas Bayun: 205 balita, 49 stunting.
  • Puskesmas Kolfbrasa dan
  • Puskesmas Kolfbrasa 01: 0 stunting.

Baca juga: Pemkab Mimika dan PTFI Luncurkan Pencegahan Malaria dan Penurunan Stunting di 8 Kampung

Maslaah Kompleks

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Darman, mengatakan, penyebab tingginya stunting di Asmat kompleks dan berlapis.

Mulai dari terbatasnya akses ke makanan bergizi, fasilitas kesehatan yang minim, hingga pengetahuan yang kurang tentang pentingnya gizi dalam pertumbuhan anak.

Infrastruktur yang kurang memadai juga menjadi tantangan besar untuk mendistribusikan pangan sehat ke daerah ini.

Banyak wilayah di Asmat yang hanya bisa dijangkau melalui jalur air dengan perahu yang memakan waktu dan biaya tinggi.

 

 

“Setengah dari anak-anak kami tidak bisa kami jangkau. Sementara untuk menjangkau tempat-tempat mereka itu biayanya sangat luar biasa besarnya,” ucap Darman kepada Kompas.com, Rabu (31/7/2024).

Belum lagi, kondisi lahan yang berlumpur dan air pasang membuat masyarakat Asmat sulit untuk menanam sayur-sayuran atau makanan bergizi lainnya.

Sebenarnya bisa saja, tetapi memerlukan keterampilan dan pengenalan jenis tanaman.

Selain itu, masih ada pula masyarakat Asmat yang hidup nomaden dengan sistem berpindah ladang garapan.

Lantas, bahan makanan mereka bergantung pada kondisi alam yang seringkali kurang kandungan gizi dan kurang higienis untuk dikonsumsi.

“Bahan pangan ketersediaannya kurang,” tutur Darman.

Baca juga: Salurkan Dana Desa, Noak Tabo: Fokus Atasi Stunting dan Ketahanan Pangan di Tolikara

Makanan Bergizi

Satu di antara upaya yang dilakukan untuk mengatasi stunting di Asmat adalah dengan memberikan makanan bergizi ke setiap ibu hamil di pos pemberian makan.

Program ini bertujuan untuk memastikan asupan gizi yang cukup bagi ibu hamil sehingga dapat mencegah stunting pada bayi yang akan lahir.

Namun, Darman mengungkapkan adanya tantangan dalam pelaksanaan program ini.

Katanya, anyak ibu hamil yang membawa pulang makanan yang diberikan untuk dikonsumsi bersama keluarga.

Hal ini karena para ibu merasa tidak tega jika hanya mereka yang makan, sementara keluarga di rumah tidak mendapat makanan.

“Padahal, ibu hamil harus mengonsumsi banyak makanan yang bergizi, sampai kami bilang ‘Sudah makan di sini, kami tungguin’, mungkin dipikiran mereka ‘saya makan, tapi keluarga di rumah tidak makan’” tutur Darman.

Baca juga: Pemkab Sarmi Gelar Kick Off Intervensi Serentak Pencegahan Stunting

Anggaran Rp 15 Miliar

Dinkes Kabupaten Asmat pun menggelontorkan dana kurang lebih Rp 15 miliar dalam setahun untuk mengatasi persoalan stunting.

Untuk program makan bergizi anak-anak, satu porsi makanan dianggarkan Rp 48.000.

“Jumlah tersebut diberikan untuk konsumsi anak-anak harus makanan seimbang itu masuk, menunya bisa ikan, ayam, telur, karbohidrat, sayur, labu siam, buncis, susu sapi,” tutur Darman.

Sementara, untuk ibu hamil, dianggarkan sebesar Rp 60.000 per orang dengan jumlah porsi makanan yang lebih besar.

“Porsinya harus besar, sayur-sayuran, daging, ikan, multivitamin sudah masuk dari program juga diberikan,” tuturnya.

Darman menambahkan, perlu kerja sama lintas sektor untuk menurunkan angka stunting di Asmat. Menurutnya, hal itu sudah dilakukan. Tetapi angka stunting di wilayah ini masih cukup tinggi.

“Saya yakin kalau dinas-dinas yang lain membantu pun, belum bisa mengatasi stunting,” ungkap Darman. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved