ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Pertalite Disulap Jadi Pertamax, 4 Bos Pertamina Tersangka Korupsi BBM: Kerugian Negara 193,7 M

Hasil blending Pertalite kemudian dijual dengan harga Pertamax dan menyebabkan kerugian hingga Rp 193,7 miliar.

Tribun-Papua.com/Putri Nurjannah Kurita
ILUSTRASI BBM - Papan harga di SPBU Premindo Sentani Kota, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023. 

6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim

  • Bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi
  • DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi 

7. GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

  • Bersama DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi
  • GRJ dan DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi
  • GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang

Penjelasan peran tersangka di kasus korupsi Pertamina

Kejagung telah mengungkapkan peran dari para tersangka dalam kasus korupsi di PT Pertamina tersebut.

Kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

Aturan tersebut membuat pemenuhan kebutuhan minyak mentah di dalam negeri mesti dipasok dari dalam negeri, begitu pula dengan kontraktornya yang harus berasal dari dalam negeri.

Akan tetapi, penyidikan Kejagung menemukan bahwa tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Adapun pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.

Saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, kata Qohar, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.

Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

Di sisi lain, kebutuhan minyak mentah dalam negeri dipenuhi dengan cara impor.

Menurut Qohar, terdapat perbedaan harga yang sangat tinggi antara minyak mentah impor dan yang diproduksi dalam negeri.

“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Qohar.

Selanjutnya, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina, dengan broker.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved