Papua Terkini
Ombudsman Cium Kecurangan Seleksi DPR Papua Pengangkatan, Masyarakat Adat Tabi-Saireri Protes Pansel
Laporan Ombudsman dengan nomor 0021/LM/II/2025/JPR mengungkap adanya mal administrasi serius dalam proses seleksi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi
Penulis: Yulianus Magai | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan wartawan tribunpapua Yulianus Magai
JAYAPURA, TRIBUN-PAPUA.COM - Kuasa Hukum Forum Peduli Kursi Pengangkatan Masyarakat Adat Tabi-Saereri, Gustaf Rudolf Kawer, S.H., M.Si., menyampaikan apresiasi kinerja Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua yang telah mengusut dugaan penyimpangan dalam proses seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melalui mekanisme pengangkatan periode 2024–2029.
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia (PAHAM) di Kotaraja, Jayapura, Sabtu (10/5/2025), Gustaf Kawer menegaskan bahwa laporan hasil pemeriksaan Ombudsman yang dirilis pada 9 Mei 2025, merupakan langkah penting dalam menegakkan prinsip-prinsip pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.
Menurut Gustaf Kawer, laporan Ombudsman dengan nomor 0021/LM/II/2025/JPR mengungkap adanya mal administrasi serius dalam proses seleksi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi (Pansel).
Di antara temuan tersebut adalah penyimpangan prosedural dalam verifikasi dan validasi peserta, tidak transparannya nilai seleksi, serta pengangkatan calon yang tidak melalui mekanisme musyawarah adat yang sah.
Baca juga: Calon Anggota DPR Papua Jalur Otsus Protes Kinerja Pansel, Ronaldo Randongkir: Banyak Orang Titipan
“Ombudsman telah menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan publik dan prinsip keadilan dengan menyatakan bahwa Panitia Seleksi dan Pj. Gubernur Papua telah melanggar prosedur. Kami sebagai kuasa hukum dari Forum Peduli Kursi Pengangkatan Masyarakat Adat Tabi-Saireri mengapresiasi langkah tegas ini,” ujar Kawer.
Ia menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan, tim Ombudsman telah menelaah 19 dokumen resmi seleksi, memeriksa keterangan dari pelapor maupun terlapor, serta mengkaji tanggapan dan bantahan kedua belah pihak.
Hasilnya, ditemukan beberapa pelanggaran, antara lain:
1. Inkonsistensi Tahapan Seleksi
Terjadi perubahan jumlah peserta secara tidak sah tanpa ada landasan hukum. Jumlah peserta pada tahap validasi sempat berkurang, lalu bertambah tanpa kejelasan prosedur, menimbulkan kecurigaan akan manipulasi.
2. Musyawarah adat tidak dijalankan secara konsisten dari sembilan kabupaten yang mewakili wilayah pengangkatan.
Hanya Kabupaten Kepulauan Yapen yang menjalankan proses musyawarah adat sebagaimana mestinya.
Banyak peserta yang dinyatakan lolos tanpa bukti keterlibatan dalam musyawarah adat yang sah.
3. Tidak ada skor terbuka
Dalam seleksi, panitia tidak mengumumkan hasil nilai seleksi peserta, padahal hal ini wajib dipublikasikan berdasarkan PP 106 Tahun 2021.
Pengumuman hanya menyebutkan nama-nama secara alfabetis tanpa rincian penilaian, sehingga melanggar prinsip keterbukaan.
Atas temuan tersebut, Ombudsman memberikan waktu 30 hari kerja kepada Pansel dan Pj Gubernur Papua untuk menindaklanjuti tindakan korektif, termasuk membatalkan Keputusan Gubernur Nomor: 100.3.3.1/KEP.73/2025 tentang penetapan anggota DPRP terpilih.
Baca juga: Suku Besar Assotipo di Jayawijaya Siap Gugat Pansel DPRK-DPRP Jalur Otsus
“Jika rekomendasi Ombudsman tidak dilaksanakan, maka akan diterbitkan rekomendasi resmi yang bersifat terbuka, mengikat, dan wajib dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,” jelas Kawer.
Ia menegaskan, keputusan gubernur tersebut mencederai hak-hak masyarakat adat karena tidak mencerminkan proses seleksi yang jujur dan inklusif.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Menteri Dalam Negeri sebagai atasan langsung Pj Gubernur Papua untuk membatalkan keputusan tersebut dan memulai proses seleksi ulang yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan norma hukum.
“Forum kami tidak menolak proses pengangkatan, tetapi menuntut agar proses itu dijalankan secara benar, adil, dan menghormati hak masyarakat adat yang selama ini sering kali hanya dijadikan formalitas dalam pengambilan keputusan politik,” tegas Kawer. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.