Papua Terkini
Mahasiswa Intan Jaya dan LBH Papua Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM Berat oleh Militer ke Komnas HAM
Penanganan konflik di Papua harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan dialog, bukan operasi militer berkepanjangan.
Penulis: Yulianus Magai | Editor: Paul Manahara Tambunan
Frits menilai operasi bersenjata yang tidak terukur di wilayah pemukiman sipil sangat berpotensi melanggar HAM.
“Negara wajib menjamin keamanan warga, tapi operasi tidak boleh brutal. Kalau terjadi di pemukiman, di situ ada anak-anak, perempuan, dan lansia—itu bukan front tempur. Jika dibiarkan, pelanggaran HAM akan terus berulang dan mendapat perhatian internasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Komnas HAM Papua meminta Pemerintah Daerah, DPRP, dan Majelis Rakyat Papua segera membentuk tim bersama untuk mengungkap kasus penembakan 15 Oktober 2025.
Baca juga: Ribuan Warga Intan Jaya Beraksi, Desak Presiden Prabowo Hentikan Konflik dan Hadirkan Keadilan
“Kami sudah mencatat kronologi dan akan memverifikasi data lapangan. Pemerintah daerah juga disebut telah membentuk tim kemanusiaan bersama gereja dan tokoh masyarakat. Ini langkah baik, tapi perlu transparansi dan koordinasi antar lembaga,” kata Frits.
Frits menambahkan, penanganan konflik di Papua harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan dialog, bukan operasi militer berkepanjangan.
“Sejak 1999, operasi militer di Papua tidak pernah berhasil menumpas kelompok bersenjata sepenuhnya. Justru melahirkan korban sipil baru. Karena itu, negara perlu mencari pendekatan lain demi tegaknya hukum dan HAM,” pungkasnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/SI-MILITER-Dugaan-pelanggaran-HAM-berat-oleh-militer-d.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.