ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Bandingkan WNI Eks ISIS dengan Koruptor, Sudjiwo Tedjo: Koruptor Lebih Sadis dari Teroris

Budayawan Sudjiwo Tedjo turut buka suara terkait wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS.

(TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR)
Budayawan Sujiwo Tejo menjadi Keynote Speaker pada Parade Bahasa Nasional 2013 di Kampus Universitas Negeri Makassar. Kamis (10/10/2013). Kegiatan antar Perguruan Tinggi se Indonesia ini, mengambil tema "Perealisasian Hakikat Berbahasa, Sebuah Upaya Menemukan Identitas dan Martabat Bangsa" yang bertujuan untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang saat ini tatanannya telah banyak berubah akibat sejumlah fenomena sosial. 

"Kalau di peraturan yang mengatur soal kehilangan kewarganegaraan itu salah satunya memang dia berelasi dengan negara gitu."

"ISIS ini bukan negara, dia organisasi terlarang. Ini persis kayak organisasi terorisme yang ada di Indonesia," papar Choirul Anam.

 

Chairul Anam mengimbau agar pemerintah belajar dari pengalaman saat pemulangan WNI eks ISIS pada tahun 2017.

Lewat hal itu, pemerintah bisa mengetahui program-program apa yang layak dan tidak layak untuk kembali diterapkan pada wacana pemulangan WNI eks ISIS saat ini.

"Lah yang paling dekat adalah apa evaluasi pemulangan ISIS yang kemarin, itu bisa jadi bahan."

"Apakah memang ada program yang efektif atau tidak," paparnya.

Lebih lanjut, Choirul Anam mencoba mengungkapkan program yang belum diterapkan di Indonesia terkait pemulangan WNI eks ISIS.

Jadi sebelum memulangkan WNI tersebut ke Indonesia, pemerintah harus lebih dahulu memilah posisi setiap orang di ISIS.

Apakah dia kombatan atau bukan.

Sebut Pemerintah Tidak Perlu Pusing soal WNI Eks ISIS, Guru Besar UI: Secara Teori Stateless

Misalkan, orang tersebut melakukan perekrutan untuk masuk ke ISIS maka dia harus mendapatkan hukuman dan perlakuan yang sesuai saat tiba di Indonesia.

"Misalkan, seandainya ada orang-orang yang mengajak dan menyebutkan kalau ISIS itu baik maka harus diadili."

"Jadi dari 600 orang harus dipilah betul-betul siapa yang nggak boleh menikmati hak asasi manusia , penikmatan hak asasi manusia itu hilang karena mereka bagian dari pelaku kekerasan, itu pengadilan yang belum ada," ungkapnya.

Namun, jika WNI itu merupakan korban dari penipuan perekrutan, dia tidak boleh diperlakukan sama dengan para kombatan.

"Ada yang memang direkrut misalnya gara-gara dia mimpi membangun tatanan surga, diiming-imingi digaji misalnya itu perlakuannya nggak sama dengan kombatan, nggak sama dengan perlakuan ke perekrutnya," sambungnya.

Di akhir pernyataan, Chairul Anam menegaskan bahwa Indonesia tidak mengenal stateless (tidak memiliki kewarganegaraan).

Halaman
1234
Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved