ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Korbannya Bertambah 21 Santriwati, Saatnya Hukuman Kebiri bagi Herry Wiryawan?

Korban rudapaksa guru pesantren Herry Wiryawan kini bertambah. Usulan Herry Wiryawan diberi hukuman kebiri pun muncul.

Kolase (Istimewa dan Tribunjabar.id/Cipta Permana)
Korban rudapaksa guru pesantren Herry Wiryawan kini bertambah. Usulan Herry Wiryawan diberi hukuman kebiri pun muncul. 

TRIBUN-PAPUA.COM - Kelakuan bejat seorang guru ngaji di Bandung, Jawa Barat makin bikin geram.

Usulan agar guru pesantren Herry Wiryawan atau HW diberi hukuman kebiri pun muncul.

Santri wanita korban rudapaksa guru pesantren Herry Wiryawan kini bertambah.

Awalnya diberitakan, korban yang masih berada di rentang usia 13-16 tahun ada sebanyak 12.

Kini bertambah 9 orang, sehingga korban berjumlah 21 orang Santriwati.

Seperti dikabarkan 8 di anatra korban hamil dan sudah melahirkan.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan, korban rudapaksa Herry Wirawan (36) bertambah menjadi 21 santriwati.

Baca juga: Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santriwati hingga Hamil, Kang Emil: Biadab, Hukum Berat Pelaku

Para korban tersebut bukan hanya warga Garut, melainkan ada yang berasal dari daerah lain.

Korban ada yang sedang hamil maupun sudah melahirkan.

Khusus korban asal Garut, yang sudah melahirkan sebanyak delapan orang.

Semuanya tinggal dengan orang tuanya dan mendapatkan pendampingan dari tim P2TP2A Garut.

Ketua P2TP2A Kabupaten Garut Diah Kurniasari mengatakan, pihaknya tengah melakukan pendampingan terhadap 11 santriwati warga Garut, korban tindak asusila seorang guru pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, agar tidak mengalami trauma berkepanjangan sehingga tetap memiliki semangat hidup.

 "Mereka sudah dalam pendampingan kami, sekarang mereka sudah dengan orang tuanya," kata Diah dilansir dari Antara.

Diah mengaku sudah beberapa kali datang melakukan pendampingan.

"Apabila ada yang tidak sanggup mengurusnya, kami coba menawarkan untuk dirawat oleh kami," katanya.

Baca juga: Guru Pesantren di Bandung Rudapaksa 12 Santriwatinya Sejak 2016, 8 Korban hingga Melahirkan

Ia mengungkapkan, kasus tersebut berhasil terungkap setelah ada orang tua korban yang melaporkannya ke polisi, kemudian diproses hingga pelakunya diadili.

"Hingga saat ini, upaya pendampingan masih terus berjalan berupa pendampingan korban dalam menghadapi persidangan," katanya.

Dia menyampaikan selain melakukan pendampingan kesehatan dan hukum, pihaknya berusaha membantu korban yang masih usia sekolah untuk bisa kembali sekolah maupun melanjutkan kuliah.

Selama itu, lanjut dia, tim dari P2TP2A Garut akan terus menjalin komunikasi dengan orang tua korban dan memantau langsung setiap perkembangan korban.

"Meski para korban telah kembali ke rumahnya masing-masing dan tinggal bersama orang tuanya, pemantauan para korban terus dilakukan lewat komunikasi dengan orang tua korban dan korban," kata Diah.

Baca juga: Seorang Jenderal TNI Ditetapkan Jadi Tersangka Korupsi, Selama Ini Gaji Prajurit Dipotong

PPPA Sebut Pelaku Pantas Dihukum Kebiri

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menilai terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 21 santriwati dapat diancam tambahan hukuman kebiri.

Herry Wirawan (36), seorang guru yang juga pengurus yayasan Pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, tengah mengundang amarah masyarakat karena ia memerkosa 21 anak didiknya hingga mengandung dan melahirkan anak.

Ancaman hukuman itu sesuai dengan Pasal 81 ayat 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.

Demikian Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar dalam keterangannya seperti dikutip dari Antara, Jumat (10/12/2021).

“Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa yang telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya,” kata Nahar.

Baca juga: Beredar Isu Laos Lakukan Pengaturan Skor Jelang Hadapi Timnas Indonesia

Saat ini, kata Nahar, korban-korban telah mendapat pendampingan dari Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak yang dikoordinasikan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat.

Dengan harapan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dari gurunya bisa kembali ke keluarga dan masyarakat.

“Perhatian khusus diberikan untuk pendampingan psikososial agar anak korban pulih dan dapat kembali ke masyarakat,” kata Nahar.

Untuk kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia Pendidikan, Nahar pun meminta kepada semua pihak termasuk media untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi.

Sebab, korban berhak mendapatkan perlindungan identitas diri atau privasi demi menghindari dampak-dampak buruk lainnya.

Di samping itu, Nahar juga menuturkan Kemen PPPA berharap ada langkah pencegahan yang serius dari semua pihak, baik dari pengelola lembaga pendidikan maupun melibatkan pengawasan orangtua dan pihak-pihak lainnya.

“Kami juga mengharapkan orang tua turut mengawasi anaknya yang ditempatkan di lembaga pengasuhan atau pendidikan dan membangun komunikasi yang intens dengan anak sebagai bagian dari tanggung jawab pengasuhan yang tidak boleh dilepaskan begitu saja kepada lembaga tersebut,” ujar Nahar.

Selain itu, Nahar meminta kepada lembaga pengasuhan atau pesantren wajib memberikan orientasi kepada peserta didik untuk melindungi dirinya dari segala bentuk tindak kekerasan dan memiliki akses untuk melaporkan segala bentuk perlakuan yang diterima.

Pilu Orangtua Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan, menyaksikan pilunya momen pertemuan para orangtua santri dari Garut yang anaknya menjadi korban perkosaan gurunya di Cibiru, Bandung, Jawa Barat.

Diah mengaku merasakan betul rasa kecewa, marah, dan perasaan yang berkecamuk dari para orangtua.

"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya, enggak, semuanya nangis," kata Diah dilansir dari Kompas.com, Jumat (10/12/2021).

Baca juga: Harun Masiku Hilang 2 Tahun, Jokowi: Aparat Kejar Buronan Pelaku Korupsi

Bagaimana tidak, orangtua yang kebanyakan dari keluarga menengah ke bawah itu sebelumnya menaruh harapan besar anak-ankanya menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dicabuli guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya.

Kata Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya. Bagaimana lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.

"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.

Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.

Kondisi yang sama, menurut Diah, juga terjadi di kantor P2TP2A Garut. Saat para orangtua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya. Sebelum kemudian mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung dan dibawa ke P2TP2A Garut.

Menurut Diah, kasus tersebut sangat-sangat menguras emosi semua pihak, terlebih saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.

Baca juga: Komnas HAM Dampingi 98 Pengungsi Kembali ke Kampung Kisor Maybrat 

"Sama, kita semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," katanya.

Orangtua korban kebanyakan bukan orang mampu, dan berharap sekolah gratis di pesantren namun yang jadi kenyataan adalah anaknnya menjadi korban perkosaan pengasuh pesantren.

Selain korban, orangtua korban juga menjadi trapi psikologis. (*)

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Pantas Dikebiri? Hukuman bagi Guru Ngaji seperti Herry Wiryawan, Bertambah 21 Santri Wanita Dic@buli, 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved