ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Diantar Orangtua dan Kerja Tanpa Gaji, Ini Kisah Manusia dalam Kerangkeng Rumah Bupati Langkat

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan tempat tersebut mulanya dijadikan untuk rehabilitasi mereka yang kecanduan narkoba.

Dok. Polda Sumut
Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng di belakang rumah Bupati non aktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. 

TRIBUN-PAPUA.COM - KPK bersama aparat kepolisian menemukan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Kerangkeng manusia yang dihuni para pekerja ternyata sudah ada sejak tahun 2021.

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan tempat tersebut mulanya dijadikan untuk rehabilitasi mereka yang kecanduan narkoba.

Baca juga: Penampakan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Pekerja Tak Digaji dan Sudah 10 Tahun

Baca juga: Fakta Temuan 2 Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Ukuran hingga Kondisi Pekerja

"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Senin (24/1/2022) sore.

Kerangkeng itu diketahui ketika operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) beberapa waktu lalu.

Ukuran 6x6 meter

Hadi menjelaskan, ada dua kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat yang berukuran 6x6 meter.

Kedua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.

"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," katanya.

Menurut polisi, 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing. Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan.

"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," kata Hadi.

Baca juga: Soal Penemuan 4 Orang yang Dikerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Ini Kata Kapolda Sumut

Belum ada izin

Dijelaskan Hadi, pada 2017, BNNK Langkat sudah sempat berkoordinasi dengan Terbit Rencana Perangin-angin, jika memang dijadikan tempat rehabilitasi harus ada perizinannya.

"Namun sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan," katanya.

Dikatakannya, mengenai hal-hal atau informasi yang berkembang saat ini masih digali informasinya di lapangan.

"Selnya ada. Ruang tahanan itu ada, betul dan ini yang sedang didalami tim. Tim sudah meminta keterangan dua penjaga di tempat itu," ungkap Hadi.

Baca juga: Berisi Pekerja Kebun Sawit, Ada 27 Orang di Dalam Kerangke Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat

Diduga disiksa dan tak digaji

Dugaan tindak perbudakan manusia itu pertama kali diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care).

Menurut Migrant Care, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, yakni berupa besi yang digembok, di dalam rumah Terbit.

Diduga, kerangkeng itu digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati tersebut.

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah, Senin (24/1/2022).

Anis mengungkapkan, ada dua sel dalam rumah Terbit yang digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja.

Jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan. Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar.

Baca juga: Berisi Pekerja Kebun Sawit, Ada 27 Orang di Dalam Kerangke Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat

Para pekerja bahkan diduga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak, mengalami penyiksaan, dan tak diberi gaji.

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.

"Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya.

Migrant Care menilai bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

(*)

Berita Daerah Lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Manusia dalam Kerangkeng Rumah Bupati Langkat, Datang Diantar Orangtua, Bekerja Tanpa Gaji, Diduga Disiksa"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved