ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Haris dan Fatia Jadi Tersangka Kasus Luhut, Kapolri Sigit Disindir soal Keadilan Restoratif

Yang dimaksud dalam prinsip keadilan restoratif adalah, hukum pidana harus jadi upaya terakhir dalam penyelesaian perkara.

Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Tribun-Papua.com/Kompas.com
Polda Metro Jaya menjadwalkan mediasi antara pihak Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan atas dugaan pencemaran nama baik pada hari ini, Kamis (21/10/2021). Pihak Haris dan Fatia memenuhi undangan tersebut. Mereka mendatangi Mapolda Metro Jaya pukul 10.15 WIB.(KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD) 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Dengan ditetapkannya Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka kasus Luhut Binsar Pandjaitan, maka prinsip restorative justice atau keadilan restoratif dipertanyakan keberadaannya.

Demikian, Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Khoirul Umam, menyindir Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang kerap menyebut perihal prinsip keadilan restoratif.

Yang dimaksud dalam prinsip keadilan restoratif adalah, hukum pidana harus jadi upaya terakhir dalam penyelesaian perkara.

"Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo sering menekankan pentingnya restorative justice system. Jangan sampai garis kebijakan Kapolri itu dianggap sebagai angin lalu oleh jajaran di bawahnya," kata Umam dilansir Kompas.com, Minggu (20/3/2022).

Baca juga: Ditetapkan Tersangka Pencemaran Nama Baik Luhut, Begini Jawaban Haris Azhar

Menurut Umam, ditetapkannya Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi kalangan aktivis anti-korupsi dan pro-demokrasi.

Seharusnya, pihak-pihak yang merasa tersinggung oleh analisa Haris Azhar bisa memberikan klarifikasi maupun melakukan pembuktian terbalik jika memang mereka bersih dari tudingan itu.

Lagi pula, lanjut Umam, jika suara kritis kaum aktivis langsung dibenturkan dengan kekuatan penegakan hukum, hal itu bisa membuat masyarakat mempertanyakan balik kualitas netralitas, imparsialitas, dan independensi sistem penegakan hukum itu sendiri.

Sebab, kalangan aktivis berupaya menjalankan fungsi check and balance dalam sistem demorkasi.

Baca juga: Luhut Bermain Tambang di Papua’ Jadi Bukti Penetapan Tersangka Haris Azhar dan Fatia KontraS

Selain itu, masyarakat juga bisa menginterpretasikan bahwa penegak hukum telah dikendalikan oleh kekuatan ekonomi politik besar yang membuat kalangan aktivis tidak berdaya.

"Jelas ini preseden buruk bagi demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia," ujarnya.

Menurut Umam, Polri dan Kejaksaan Agung yang sedang berusaha berbenah diri untuk mendapatkan kepercayaan publik harus mampu arif dan bijaksana dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara adil.

"Tidak ada faedahnya melemahkan sikap kritis kalangan aktivis anti-korupsi dan pro-demokrasi dengan instrumen hukum yang menutup mata dari realitas sosial kita," tutur dia.

Di samping itu, lanjut Umam, Presiden Joko Widodo sebagai panglima tertinggi penegakan hukum harus mengambil sikap tegas dan bijak.

Sikap diam presiden menyaksikan kalangan aktivis ditetapkan sebagai tersangka justru akan mendelegitimasi kualitas kepemimpinannya.

Baca juga: Jadi Tersangka, Haris Azhar dan Fatia Segera Diperiksa soal Pencemaran Nama Baik Luhut Pandjaitan

Umam mengingatkan bahwa kalangan aktivis dan masyarakat sipil juga turut andil dalam pemenangan dan penggalangan dukungan saat Pilpres 2014 maupun 2019 lalu.

Sumber: Tribun Papua
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved