Nasional
Tembus Rp 7.000 T, Utang Negara di Pemerintahan Jokowi Makin Bengkak, Masih Pantas Teriak 3 Periode?
Padahal, sebelum menjadi presiden, Tim Kampanye Jokowi sendiri kerap melontarkan wacana untuk mengurangi jumlah utang pemerintah.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Pemerintahahan Presiden Joko Widodo mendapat sorotan publik karena utang negara yang terus membengkak.
Dalam kurun waktu 2014 hingga 2019, pemerintahan Jokowi di periode pertama sudah mencetak utang baru sebesar Rp 4.016 triliun.
Kini utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali membengkak, menembus angka lebih dari Rp 7.000 triliun.
Padahal, sebelum menjadi presiden, Tim Kampanye Jokowi sendiri kerap melontarkan wacana untuk mengurangi jumlah utang pemerintah.
Namun, utang pemerintah justru terus mengalami kenaikan.
Baca juga: Geser Prabowo dan Ganjar, Rakyat Sudah Punya Figur Kuat Pengganti Jokowi, Bukan Politisi Partai
Berdasarkan informasi di laman APBN KiTa Kementerian Keuangan terbaru atau per 28 Februari 2022, utang pemerintah sudah menembus Rp 7.014,58 triliun.
Utang tersebut meningkat tajam apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada sebulan sebelumnya atau per 31 Januari 2022 yakni Rp 6.919,15 triliun.
Dengan demikian, dalam rentan waktu sebulan, utang negara bertambah sebesar Rp 95,43 triliun.
Kemudian, utang pemerintah juga mencatatkan rekor baru, menembus level di atas Rp 7.000 triliun.
Artinya, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami kenaikan.
Pada akhir Januari 2022, rasio utang terhadap PDB adalah 39,63 persen, sementara di akhir Februari meningkat menjadi 40,17 persen.
Baca juga: John Gobay Minta Jokowi Segera Evaluasi DOB Papua
Saat ini, Rasio utang Indonesia terhadap PDB berada di kisaran 40 persen yang diklaim pemerintah masih dalam batas wajar dan aman.
Utang pemerintah Indonesia paling besar bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), dengan rincian SBN domestik yakni sebesar Rp 4.901,66 triliun dan SBN dalam bentuk valutas asing (valas) Rp 1.262,53 triliun.
Utang lainnya bersumber dari pinjaman sebesar Rp 850 triliun, yakni pinjaman dalam negeri sebesar Rp 13,27 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 837,11 triliun.
Rinciannya, pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral Rp 294,36 triliun, pinjaman multilateral Rp 499,09 triliun, dan commercial banks Rp 43,66 triliun.