ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pemilu 2024

Ganjar Pranowo Resmi Jadi Capres PDIP, Pengamat: Hasil Pencitraan

Jamiluddin menilai PDIP rupanya tidak berbeda dengan partai lain yang menggunakan elektoral sebagai tolok ukur utama sebagai capres.

Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
istimewa
Foto kebersamaan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDIP, Ganjar Pranowo. Ganjar dideklarasikan Megawati sebagai capres PDIP, Jumat (21/4/2023). 

TRIBUN-PAPUA.COM – Memilih Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) PDI Perjuangan (PDIP) bukanlah perkara mudah bagi seorang Megawati Soekarnoputri.

Cucu Presiden Soekarno itu mengaku telah melalui proses yang panjang, termasuk banyak berdialog dengan berbagai tokoh bangsa sebelum memilih dan menetapkan Ganjar Pranowo jadi capres PDIP.

Namun, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga memahami soal Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang memilih Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal capres mereka untuk Pilpres 2024.

“Megawati rupanya tetap memilih capres berdasarkan elektabilitas. Padahal selama ini petinggi PDIP kerap menyatakan eletabilitas tidak menjadi faktor utama untuk memutuskan capres dari PDIP,” kata Jamiluddin kepada Tribunnews, Minggu (23/4/2023).

Baca juga: Buka Pintu Koalisi, PDIP Cari Cawapres di Luar Partai?

Bahkan, dia masih ingat bagaimana Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kerap menyatakan, partainya tidak akan mengusung calon hanya berdasarkan elektoral dan pencitraan.

“Pernyataan itu rupanya tidak terbukti sama sekali. Suka tidak suka, Ganjar sosok yang dibesarkan oleh medsos. Berbekal medsos Ganjar mengumbar pencitraan. Hal itu juga pernah dikritik Puan dan petinggi PDIP lainnya,” kata dia.

Maka itulah, Jamiluddin menilai PDIP rupanya tidak berbeda dengan partai lain yang menggunakan elektoral sebagai tolok ukur utama sebagai capres.

“Elektoral yang diperoleh Ganjar itu juga dominan hasil dari pencitraan, bukan kinerjanya. Ganjar selama dua periode menjabat Gubernur Jawa Tengah belum terdengar prestasinya yang monumental. Kinerja Ganjar hanya datar saja,” katanya.

Bahkan, dia menilai belum terdengar prestasi Ganjar yang diakui dunia internasional. Hal ini menguatkan pemilihan Ganjar sebagai capres lebih dominan karena elektoral dari hasil pencitraan.

“Hal itu kiranya akan mengulang Pilpres 2014 dan 2019, di mana rakyat harus memilih capres hasil pencitraan. Karena itu, kalau Ganjar menang sudah terbayang kinerjanya yang tidak akan jauh beda dengan pemimpin yang dihasilkan 2014 dan 2019,” pungkas Jamiluddin. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved