Hari-hari Jelang Lengsernya Soeharto setelah 32 Tahun, Kerusuhan Pecah hingga Jakarta Bak Lautan Api
Dua puluh lima tahun lalu, tepatnya pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya.
TRIBUN-PAPUA.COM - Dua puluh lima tahun lalu, tepatnya pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya.
Kekuasaan Soeharto yang telah berlangsung selama 32 tahun akhirnya berakhir.
Setelah mengundurkan diri, Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu, BJ Habibie.
Sebelum Soeharto lengser, sejumlah peristiwa terjadi, termasuk Kerusuhan Mei 1998 yang menjadi satu di antara sejarah kelam Indonesia.
Baca juga: Krisis Moneter, Kerusuhan Mei 1998, dan Lengsernya Soeharto setelah 32 Tahun Menjabat

Kerusuhan Mei 1998
Pada 13-15 Mei 1998 kerusuhan pecah di Jakarta.
Kerusuhan dipicu oleh krisis moneter yang melanda Indonesia dan tak kunjung membaik.
Akibatnya, banyak perusahaan bangkrut, belasan bank dilikuidasi dan berbagai proyek besar dihentikan pembagunannya.
Menurut wartawan senior Harian Kompas yang saat itu bertugas di Istana Kepresidenan, Josep Osdar, sebelum kerusuhan pecah perekonomian Indonesia sudah jatuh.
"Ekonomi itu sudah jatuh seperti porak poranda. Sudah di supermarket-supermarket itu orang memborong. Orang-orang yang punya duit memborong untuk menyimpan makanan, minuman," kata Osdar dalam wawancara khusus dengan Kompas.com pada Senin (15/5/2023).
"Untuk supaya berjaga-jaga kalau nanti terjadi kerusuhan," ujarnya lagi.
Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.
Di tengah situasi yang kian tak menentu di Tanah Air, Presiden Soeharto bertolak ke Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G15.
Soeharto dan rombongan berangkat pada 9 Mei 1998. Sebelum berangkat, Pak Harto, sapaan akrab Soeharto memberikan keterangan pers kepada wartawan.
Baca juga: Masuknya Freeport ke RI: Ditolak Soekarno dan Gerak Cepat Soeharto Beri Izin Menambang di Papua
"Waktu mau berangkat itu, Pak Harto masih memberikan jumpa pers. Kalau tidak salah disampaikan soal keyakinan Pak Harto bahwa situasi akan aman-aman saja," kata Osdar.
Selain itu, Soeharto juga menyampaikan bahwa pemerintah berencana menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Setelah jumpa pers, Presiden Soeharto bertolak menuju Mesir.
Kerusuhan di Indonesia Jadi Sorotan Internasional
Menurut Osdar, selama di Mesir, situasi krisis dan kerusuhan di Indonesia menjadi sorotan.
Ia mengatakan, di restoran hotel tempat para wartawan peliput KTT G15 saat itu sempat dibicarakan apakah benar keluarga Soeharto kekayaannya nomor empat di seluruh dunia.
Sebab, bank dunia (World Bank) pernah merilis laporan bahwa korupsi APBN di Indonesia saat itu mencapai 20-30 persen.
Media-media di Mesir pun memberitakan situasi kerusuhan yang terjadi di Indonesia.
"Tanggal 12 Mei mulai pertemuan (KTT). Itu pas pertemuan pimpinan-pimpinan negara anggota G15 itu terjadi penembakan di Trisakti itu di Indonesia," ujar Osdar.
"Itu menjadi pemberitaan di televisi-televisi. Di Kairo itu, di pressroom di hotel itu yang tempat kita menginap itu sudah muncul (berita) kerusuhan, penembakan, yang nembak-nembak itu," katanya lagi.
Baca juga: Tak Ikut Diculik dan Dibunuh seperti Jenderal-jenderal Lainnya, di Mana Soeharto saat G30S Terjadi?

Perkembangan situasi di Indonesia semakin menjadi perbincangan di kalangan pejabat, jurnalis maupun masyarakat di Kairo.
Sementara itu, kata Osdar, rombongan wartawan Istana yang ikut Soeharto ke Mesir belum bisa leluasa menuliskan kondisi yang ada.
Oleh karenanya, hanya beberapa berita kecil yang kemudian ditulis dan dikirimkan ke Indonesia.
Antara lain bagaimana reaksi di Kairo, juga pernyataan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat saat itu, Madeleine Albright di forum KTT G15 yang mencemaskan situasi di Indonesia.
Pada 13 Mei 1998, KTT G15 berakhir dan diadakan jumpa pers. Tetapi, Presiden Soeharto tidak ikut hadir.
Ternyata dalam jumpa pers tersebut ada wartawan asing yang menanyakan kepada pemimpin G15 mengenai tanggapan situasi di Indonesia.
Osdar mengungkapkan, Menlu Madeleine Albright saat itu memberikan tanggapan dengan menyatakan bahwa sebaiknya tuntutan reformasi di Indonesia dipenuhi saja.
Sebagaimana diketahui, ada sejumlah tuntutan reformasi Indonesia. Antara lain masyarakat meminta Soeharto mundur dari jabatannya dan segera berantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintahan.
"Nah sudah setelah itu masalah Indonesia itu menjadi pembicaraan tanya jawab antara wartawan dengan peserta KTT G15," katanya.
Baca juga: Supertasmar: Kemarahan Soekarno pada Soeharto dan Bantahan terhadap Supersemar yang Tak Didengar
Dari Atas Pesawat Terlihat Jakarta seperti Lautan Api

Saat berada di Kairo, Presiden Soeharto sempat memberikan pemaparan terkait kondisi perekonomian di Asia, terutama Indonesia.
Dilansir Harian Kompas edisi 12 Mei 1998, Soeharto mengatakan, krisis ekonomi telah melenyapkan sebagian besar hasil pembangunan nasional yang dilaksanakannya.
Kata Soeharto, Indonesia akan terus melakukan upaya untuk menanggulangi krisis ekonomi dan krisis moneter melalui serangkaian reformasi di bidang ekonomi dan keuangan.
Selain menghadiri acara KTT G-15, Soeharto juga memiliki beberapa agenda lain. Salah satunya bertemu dengan Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak di Istana Al Ittihadiyah.
Rencananya, Soeharto baru akan pulang ke Indonesia pada 15 Mei 1988.
Namun, secara tiba-tiba, rencana kepulangan itu dimajukan menjadi 14 Mei. Agenda kunjungan Soeharto di Kairo terpaksa berubah. Pertemuannya dengan Hosni Mubarak pun dimajukan dan hanya dilakukan di Hotel Sheraton Heliopolis.
Joseph Osdar yang saat itu sedang merasa deg-degan setelah laporannya yang berisi Presiden Soeharto akan mundur menjadi berita utama di Harian Kompas bertambah gundah.
Sebab, sebelumnya ia diminta bertemu Presiden Soeharto setelah tulisannya menjadi berita utama yang membuat geger Tanah Air.
Namun, karena jadwal kepulangan ke Jakarta dimajukan, pertemuan dengan Pak Harto urung dilaksanakan.
Selama perjalanan pulang ke Indonesia, Osdar mengaku merasa takut.
Baca juga: Gerakan Reformasi 1998, Tumbangnya Soeharto hingga Wajah Indonesia di Era Demokrasi
"Dalam keadaan takut kan kita landing itu udah takut. Sampai Jumat pagi subuh kan kita sampai di Halim (Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur," katanya.
Saat proses landing, rombongan Presiden dan para jurnalis sempat melihat kondisi Jakarta dari ketinggian pesawat.
Menurut Osdar, Jakarta masih membara. Sisa-sisa kebakaran akibat kerusuhan dan penjarahan disebutnya masih ada.
Karena saat landing bertepatan menjelang waktu subuh, maka sangat dari atas sangat terlihat kondisi kebakaran yang terjadi.
"Waktu di atas kita lihat Jakarta masih kebakaran. keliatan banget. Sisa sisa kerusuhan masih ada," ujar Osdar.
Sesampai di Halim, sejumlah pejabat telah menanti kedatangan Soeharto.
Antara lain Wakil Presiden BJ Habibie, Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Wiranto, dan Panglima Korps Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen Prabowo Subianto.
"Mereka sudah menyambut di Halim Perdana Kusuma. Bersama mereka ada pasukan yang berpakaian hitam-hitam," kata Osdar.
Adapun kunjungan Soeharto ke Mesir merupakan kunjungan terakhir dirinya sebagai Kepala Negara.
Setelah itu, pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan menyerahkan pemerintahan kepada Wakil Presiden BJ Habibie.
Baca juga: Mengapa Soeharto Tak Ikut Diculik dan Dibunuh Saat G30S PKI?
Isi Pidato Pengunduran Diri Soeharto

Berikut ini isi lengkap pidato pengunduran diri Soeharto:
"Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.
Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45, maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. H. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003.
Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini, saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangannya.
Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 45-nya.
Mulai ini hari Kabinet Pembangunan ke VII demisioner dan pada para menteri saya ucapkan terima kasih.
Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, maka untuk menghindari "kekosongan" pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya Saudara Wakil Presiden sekarang juga agar melaksanakan pengucapan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung Republik Indonesia".
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Kembali dari Mesir, Jakarta seperti Lautan Api dari Atas Pesawat dan 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Bacakan Pidato Pengunduran Diri di Istana Merdeka
OTK di Yalimo Bakar Semua Alat Berat PT.Paesa, Baru 1 Pekerja yang Ditemukan |
![]() |
---|
Aparat Lakukan Olah TKP Pasca-Pembakaran Camp PT Paesa di Yalimo, 1 Korban Selamat Ditemukan |
![]() |
---|
Rasisme Picu Kerusuhan di Yalimo Papua Pegunungan, Wakil Gubernur: Ini Tidak Boleh Terulang Lagi |
![]() |
---|
637 Warga Yalimo Mengungsi ke Wamena Papua Pegunungan, Didominasi Anak-anak dan Perempuan |
![]() |
---|
BEM UNIPA Desak Penegak Hukum Investigasi Kasus Rasisme dan Penembakan di Yalimo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.