ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Jayapura

DEMONSTRASI: Perempuan Adat Port Numbay Tolak Penimbunan Hutan Mangrove di Pantai Hamadi

Pemasangan baliho ini sekaligus bentuk protes agar tidak lagi dilanjutkan penimbunan material di kawasan hutan mangrove tersebut.

Penulis: Yohanes Musanus Palen | Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
istimewa
Perempuan Adat Port Numbay dari Kampung Engros-Tobati ketika melakukan orasi di Kawasan Hutan Mangrov di Pantai Hamadi. Hutan mangrov tersebut kini ditimbun dengan material. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Yohanes Musanus Palen

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Perempuan Adat Port Numbay melakukan aksi protes menolak penimbunan hutan mangrove di Pantai Hamadi, Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Rabu (31/5/2023).

Aksi protes itu dilakukan para perempuan adat dari Kampung Engros dan Tobati dengan memalang sebidang tanah yang berlokasi Pantai Hamadi, Rabu (31/5/2023).

Diketahui, lokasi tanah tersebut merupakan kawasan hutan mangrove milik H Rizal Muin yang saat ini sedang dalam proses penimbunan.

Baca juga: Pesan Ketua DPRP, Jhony Banua Rouw soal Penanaman Mangrove: Tanaman Unggulan, Harus Dilindungi

Aksi tersebut dilanjutkan dengan pemasangan papan nama dan baliho bertuliskan "Jangan Rusak Hutan Perempuan karena itu adalah Dapur Kami".

Pemasangan baliho ini sekaligus bentuk protes agar tidak lagi dilanjutkan penimbunan material di kawasan hutan mangrove tersebut.

"Ini tanah leluhur kami, hutan mangrove ini tidak boleh dirusak karena ini hutan perempuan Papua yang harus dijaga dan dilestarikan," ujar Kordinator Aksi Perempuan Adat Port Numbay, Ema Hamadi, ketika ditemui di lokasi aksi di Pantai Hamadi, Rabu (31/5/2023).

Baca juga: Pesan Ketua DPRP, Jhony Banua Rouw soal Penanaman Mangrove: Tanaman Unggulan, Harus Dilindungi

Menurut Ema, pengerusakkan hutan mangrove ini sebagai bentuk pelecehan terhadap perempuan.

Apalagi dunia luar sudah tahu bahwa hutan bakau ini merupakan hutan perempuan Papua sebagai tempat mencari makan dan sebagainya.

"Kami menolak adanya penimbunan hutan mangrove ini, apalagi ini merupakan hutan bakau sebagai tempat bagi kami untuk hidup dan mencari," tutur Ema.

Baca juga: Kembangkan Wisata Hutan Mangrove di Pomako, Pemkab Mimika Gelontorkan Rp 1 Miliar

Ema mengaku, tidak punya urusan dengan pemilik lahan, tetapi cara mereka menimbun material tanah dengan merusak hutan bakau ini yang salah.

Hal senada juga disampaikan salah satu Toko Adat Perempuan Port Numbay, Petronela Meraudje, di mana ia merasa prihatin karena hutan mangrove yang ada di sepanjang pantai Hamadi ini sudah mulai dirusak oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

"Saya melihat bahwa kehidupan kami sebagai perempuan sudah terancam hari in. Apalagi di para- para adat kami tidak bisa berbicara, sehingga saatnya kami harus turun dan bicara," tutur Petronela.

Menurut Petronela,semenjak adanya pembangunan jalan ke Pantai Hamadi seperti pembangunan Ring Road, jembatan merah Youtefa hutan bakau ini sudah banyak yang hilang dan dirusakki akibat dari pembangunan ini.

"Hutan Bakau ini adalah yang tersisa saat ini, jangan lagi kita rusakki lagi dengan mengejar kepentingan pribadi atau penguasa ditanah ini," ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved