Sejarah Papua
Tugu Jepang di Nimboran dan Tulang Belulang Tentara Perang Dunia ke-II yang Masih Tersimpan
Yance Wambukomo menjelaskan, bukan hanya tulang belulang yang di kumpulkan dari Nimboran, tetapi juga Kabupaten Sarmi dan Byak.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Tulang belulang dan peralatan perang tentara Jepang yang tewas pada Perang Dunia II masih di simpan oleh masyarakat di Kampung Kuase, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura.
Satu di antara peninggalan bersejarah di kampung itu adalah Tugu Jepang yang dibangun untuk memperingati ribuan tentara Jepang yang tewas pada waktu itu.
Bamuskam Kampung Kause, Yance Wambukomo mengatakan, banyak orang Jepang yang datang berkunjung dan membawa pulang tulang belulang dari leluhurnya yang gugur pada Perang Dunia ke II tersebut.
Baca juga: 5 Hari Anggota DPRD Jayapura Kunker ke Jepang, Apa Hasilnya? Begini Penjelasan Ketua Klemens Hamo
"Banyak tulang belulang yang dikumpul, peralatan perang mereka juga kita kumpul. Mereka punya alat untuk langsung memeriksa dari tulang dengan orang yang meninggal untuk memeriksa kenangan dan leluhur," kata Yance kepada Penjabat Bupati Jayapura, Triwarno dalam kunjungan wisata 'Pulkam' di lokasi Tugu Jepang, Minggu (31/7/2023).
Yance menjelaskan bukan hanya tulang belulang yang di kumpulkan dari Nimboran, tetapi juga Kabupaten Sarmi dan Byak.
"Tempat ini yang di pilih karena banyak pengorbanan di kampung ini, tulang belulang dari sini dahulu, orangtua kami dahulu bawa dan kumpul tulang baik dari Sarmi mereka kirim kesini juga," ujarnya.
Menurutnuya, situs bersejarah itu harus dijaga. Sehingga perlu adanya sebuah rumah yang dibangun untuk menaruh sisa tulang-belulang, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisawatan terutama orang Jepang.
"Agar mereka jangan bawa pulang, tapi kalau bisa di sini saja, jadi kalau mereka mau bisa kunjungi disini. Supaya menjadi satu objek wisata yang bersifat tetap," jelasnya.
Tokoh masyarakat Genyem, Bram Hamok Kwarong menyatakan Kampung Kause memang pernah di canangkan oleh mantan bupati yakni di masa pemerintahan Habel Melkias Suae (HMS) dan Mathias Awoitauw namun hingga sekarang belum terealisasi.
Baca juga: Matheys Sibi: Sumber Daya Ikan Kota Jayapura Banyak Diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat
Tugu Jepang tersebut merupakan salah satu rentetan peristiwa yang terjadi pada Perang Dunia II, selain di Byak, Sarmi, dan Jayapura salah satunnya di Nimboran.
Tugu ini dijadikan sebagai induk tulang belulang Jepang, karena banyaknya tulang pada waktu itu semua kampung sepakat untuk membawa tulang belulang, lalu simpan disitu.
"Mereka bilang tulang belulang itu di kumpul disini agar suatu saat, anak dan cucu atau pemerintah Jepang yang jadi korban ini mereka akan kembali dan mengenang," jelasnya.
Hanya saja dari pemerintah daerah sendiri, Kabupaten Jayapura, tidak serius dalam memperhatikan tugu tersebut.
Disisi lain ada anggapan bahwa tugu yang berada di halaman rumah keluarga Martinus Buaim, langsung menjadi milik mereka. Padahal ini adalah salah satu destinasi wisata yang dapat dikunjungi oleh siapa saja.
Baca juga: Plh Gubernur Papua Melepas Ekspor 3,8 Ton Ikan Tuna dari Biak ke Narita Jepang
Tugu tersebut sudah berdiri selama 40 tahun dan hampir sebagian pembangunan tugu ini lebih banyak di kerjakan oleh pemerintah Jepang yang mengirim donatur dari Jepang.
Bram pada kesempatan tersebut juga meminta pemerintah untuk menindaklanjuti kampungnya sebagai kampung wisata dan menjadi tempat studi baik mahasiswa dalam maupun luar negeri.
Dia juga menyampaikan agar Kampung Kuase menjadi kampung wisata di dukung dengan satu buah rumah kesenian dengan melihat kondisi masyarakat yang punya ketrampilan ukir kayu, tifa, dan mengayam noken. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.