ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

WWF Indonesia

Kembali Melaut Setelah 1 Tahun Dilakukan Sasi

Masyarakat berharap dengan dibukanya Sasi, hasil laut kembali melimpah sehingga dapat meningkatkan sumber pendapatan keluarga dan masyarakat setempat.

Editor: Roy Ratumakin
WWF Indonesia
Masyarakat Kampung Asai, Distrik Windesi, Kepulauan Yapen, Papua melakukan kesepakatan buka sasi setelah satu tahun dilaksanakan. 

TRIBUN-PAPUA.COM, YAPEN - Masyarakat Kampung Asai, Distrik Windesi, Kepulauan Yapen, Papua melakukan kesepakatan buka sasi setelah satu tahun dilaksanakan.

Sasi “Tasamu Rawanang” merupakan bentuk konservasi tradisional dengan menutup sebagian kawasan perairan dengan tujuan melindungi, menjaga dan memulihkan sumber daya perikanan di tiga kawasan yaitu Depawawo, Owondau dan Mangkomamuni.

Kegiatan buka sasi dihadiri oleh Sekda Kabupaten Kepulauan Yapen, Kasdim 1701 Kepulauan Yapen-Waropen, Asisten 1 Sekretaris Daerah, Pemerintah Distrik Windesi, Pemerintah Kampung Asai, Tokoh gereja, dan perwakilan masyarakat dari tiga kampung serta masyarakat Kampung Asai.

Baca juga: Ini Kolaborasi Apik Pemprov Papua Selatan, WWF Indonesia dan Universitas Negeri Nasional

Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen, Erni R Tania mengungkapkan, pihaknya hadir di Kampung Asai, untuk bersama-sama menyaksikan kegiatan Tasamu Rawanang atau Buka Sasi.

“Pemerintah Daerah tentunya menyambut baik apa yang dilakukan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga habitat-habitat biota laut dan kehidupan lainnya, yang ada di sekeliling pantai yang sudah disepakati untuk tidak boleh diambil hasilnya dalam kurun waktu tertentu,” kata Erni.

 

30082023-pembukaan_sasi_di_yapen-2
Masyarakat Kampung Asai, Distrik Windesi, Kepulauan Yapen, Papua melakukan kesepakatan buka sasi setelah satu tahun dilaksanakan.

 

Dikatakan, pihaknya pun memberikan apresiasi yang luar biasa kepada Kampung Asai dan WWF-Indonesia dengan inisiatif yang luar biasa ikut bersama sama menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam.

“Kami berharap, kegiatan ini dapat dilakukan di kampung-kampung lainnya,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Distrik Windesi, Simon Bonay mengatakan, selama satu tahun berjalan, kesadaran masyarakat dalam hal Tasamu sangat tinggi.

“Apa yang telah dilakukan satu tahun tidak hanya berakhir di hari ini saja, tetapi kedepannya lebih banyak lagi hal yang bisa dilakukan misalnya pelatihan untuk masyarakat yang ada di sembilan kampung, sehingga masyarakat bisa lebih memilki kesadaran untuk melestarikan alam laut yang ada disekitar mereka,” kata Simon.

Baca juga: KADIN dan WWF Indonesia Jalin Kerja Sama Bangun Solusi Pembiayaan Net Zero Emisi

Sekadar diketahui, total luasan diberlakukannya sasi mencapai 284 hektar, ketiga kawasan ditutup dari aktivitas pengambilan hasil laut sampai kedalaman 8-12 meter.

“Tasamu Rawanang” yang diberlakukan di Asai merupakan Sasi pelarangan pemanfaatan yang didasarkan pada lokasi (sasi tempat), dan jenis (sasi jenis).

Sasi dilakukan karena masyarakat merasakan penurunan hasil tangkap selama kurun waktu lima tahun terakhir.

Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah dan jenis ikan, serta jarak yang semakin jauh untuk memancing.

Berdasarkan hal tersebut, masyarakat sepakat untuk mengelola perikanan serta melakukan pemulihan sumber daya laut melalui penetapan tasamu selama satu tahun.

Baca juga: Sekolah Lapang di Kampung Sawesuma Diresmikan, WWF Papua: Jadi Tempat Belajar Nonformal

Pada kurun waktu tahun 2022-2023, Yayasan WWF Indonesia telah memfasilitasi pengambilan data pesisir laut menggunakan pendekatan Ecosystem Approach for Fisheries Management (EAFM), atau Pengelolaan Perikanan berbasis Ekosistem.

Melalui pendekatan tersebut, didapat bahwa kondisi perikanan di Kampung Asai kurang baik, hanya terdapat 39 jenis ikan.

Hal tersebut diperburuk dengan adanya aktivitas masyarakat dari luar kampung yang masih melakukan praktik penangkapan ikan dengan menggunakan potasium. 

Acting Head of Forest & Wildlife Program WWF-Indonesia, Wika Rumbiak menjelaskan, wujud dukungan dan komitmen terkait penguatan niai-nilai lokal yang berlaku di masyarakat sangat penting.

 

 

Sehingga, kata Wika, masyarakat saling terhubung dan menemukan solusi lokal berbasis alam yang efektif dan inklusif untuk pengelolaan yang berkelanjutan, resiliensi pada bencana iklim, dan juga terbuka untuk kolaborasi bersama pemerintah daerah, perguruan tinggi, mitra pembangunan dan masyarakat adat.

Pembukaan sasi diawali dengan atraksi tarian adat, dan ibadah singkat buka sasi di Gereja.

Upacara pembukaan sasi dilakukan di atas perahu yang dilakukan di tengah laut dengan dipimpin oleh Pendeta dan dihadiri oleh tamu undangan dan masyarakat Kampung Asai.

Sasi resmi dibuka dengan ditandai oleh Pendeta yang melakukan doa buka sasi sembari membentangkan tangan ke arah laut.

Masyarakat berharap dengan dibukanya Sasi, hasil laut kembali melimpah sehingga dapat meningkatkan sumber pendapatan keluarga dan masyarakat setempat.

Baca juga: WWF dan FMIPA Uncen Luncurkan Buku bagi Pemandu Ekowisata Burung di Papua

Kemudian, mereka juga berharap bahwa masyarakat dapat tetap mematuhi aturan dan mempraktikan aktivitas memancing ramah lingkungan dengan menggunakan alat tangkap tradisional.

Tidak hanya Kampung Asai saja menanti buka sasi. Namun, turut dinanti pula oleh masyarakat kampung lain yang juga memanfaatkan hasil laut di wilayah yang sama.

Oleh sebab itu, untuk menjamin kemanan dan ketertiban, telah dibentuk Kelompok Pengelola Sasi yang akan melakukan patroli di wilayah Sasi dan melakukan sosialisasi kepada kampung-kampung tetangga untuk memastikan aturan-aturan yang berlaku.

Harapannya masyarakat sekitar paham mengenai aturan tangkap dengan tetap menjalankan kearifan tradisional serta pembelajaran tentang konservasi inklusif yang dilakukan masyarakat adat, demi menjaga sumber daya laut yang dapat dipergunakan bersama untuk kelangsungan hidup kini dan masa mendatang. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved