ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Lukas Enembe Meninggal Dunia

SELAMAT JALAN Bapak Pluralisme, Lukas Enembe

Saya menemukan kisah hidup Lukas Enembe sebagai anak Pegunungan yang sangat mengharukan dan membuat saya menangis membaca kisah perjuangannya.

Editor: Roy Ratumakin
Kolase Tribun-Papua.com
Pemilik nama asli Lomato Enembe atau biasa disapa Lukas Enembe lahir di Kampung Mamit, Distrik Kombu, Tolikara, Papua pada 27 Juli 1967. Kini, sang bapak pembangunan Papua tutup usia pada Selasa (26/12/2023) Pukul 10.45 WIB atau pukul 12.45 WIT di Rumah Sakit Pusat TNI AD (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta. 

“HIDUP yang sebentar tapi bermanfaat lebih baik, daripada hidup dengan usia panjang namun membebani orang lain.”

Itulah ungkapan Lamadi de Lamato mengenang sosok mantan Gubernur Papua Lukas Enembe yang telah berpulang ke rumah Bapa di Surga.

Baca juga: LUKAS ENEMBE

===

Membaca pesan masuk dari WhatsApp dari beberapa orang yang isinya mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe pada 26 Desember 2023 telah pergi untuk selamanya.

Spontan sebagai seorang muslim, saya mengucapkan Innalillahi waina illahi rojiun.

Kesedihan perginya Lukas Enembe, sang tokoh Papua ini membuat saya meneteskan air mata.

 

 

Bagaimana tidak, sejak tahun 2016 hingga ia sakit dan meninggal belum sekalipun saya menjumpainya.

Ada penyesalan, juga rasa berdosa terhadapnya. Seorang pemimpin yang saya kenal belasan tahun silam dari perkenalan tidak sengaja.

Wajah Lukas Enembe begitu bersahaja ketika ia berdiri di depan hotel Syahid, Jakarta.

Tubuh gempal dan senyumnya yang khas mengantar saya menyapanya dan berkenalan singkat.

Seketika saya ingat masa kecil saya di Abepantai (Kota Jayapura) belasan tahun lalu tetang seorang teman kecil saya asal Pegunungan Papua.

Baca juga: IN MEMORIAL LUKAS ENEMBE

Perkenalan itu saya pikir hanya basa basi saja. Beliau meminta nomor handphone saya, lalu saya pergi dan ia pun melanjutkan aktifitasnya di hotel Syahid kala itu dirinya sedang mengikuti kegiatan Partai Demokrat.

Tidak disangka, tiga hari setelah itu, handphone saya bordering, dan ternyata ditelpone oleh Lukas Enembe.

Ia mengajak saya ketemu.

Singkat cerita, pertemuan itu saya diminta untuk ke Papua membantu menulis buku biografinya.

Saat itu, Lukas baru saja kalah Pilgub Papua dari Barnabas Suebu plus tanpa jabatan. Dan tawaran itu saya terima karena utk pertama kali saya pulang ke Papua sejak belasan tahun merantau.

Baca juga: BERITA FOTO: Ruko yang Dibakar dan Kondisi Pascairingan Jenazah Lukas Enembe di Waena Jayapura

Kisah Pilu Seorang Lamato

Saya tidak menyangka, bila nama kecil Lukas Enembe adalah Lamato. Nama yang mirip dengan akhiran nama saya.

Sejak di Papua, saya membaca catatan-catanan tangannya berupa diary begitu lengkap dan tertata rapi.

Untuk hal ini, saya menaruh respek terhadap kepandaiaan beliau mirip seorang pekerja arsip profesional yang hebat.

Dari catatan tangannya ini, saya menemukan kisah hidup Lukas Enembe sebagai anak Pegunungan yang sangat mengharukan dan membuat saya menangis membaca kisah perjuangannya.

Dari Tolikara, Lukas ke Kota Jayapura dan menempuh pendidikan SMP & SMA di Sentani, Kabupaten Jayapura.

 

 

Lukas tinggal berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sambil menyelesaikan sekolahnya.

Di kampung, Lukas sudah memperlihatkan bakat kecilnya sebagai seorang pemimpin.

Kerap dengan kawan-kawannya, ia bermain upacara bendera. Lukas yang sering didaulat teman-temannya sebagai pimpinan upacara.

Lukas juga sudah menggunakan pakaian saat bermain, sementara kawan-kawan lainnya masih banyak yang telanjang dan memakai koteka.

Yang mengharukan tentang kemiskinan dan ketabahan istrinya Yulce Wenda.

Baca juga: Yulce Wenda dan Kisah Masa Kecil Istri Lukas Enembe

Onno yang nota bene anak pertamanya saat ulang tahun hanya diberikan boneka yang ia pungut dari tempat sampah.

Yulce adalah wanita yang mampu menyikapi kemiskinan yang dialaminya dengan cara yang hebat.

Saat itu, Lukas masih studi di Gorontalo, lalu pindah di Unsrat Manado.

Yulce tidak henti-hentinya menunjukan ketabahan luar biasa saat Onno sakit hingga meninggal dunia.

Wanita ini berjalan kaki berkilo-kilo untuk hanya ingin tiba di terminal Jayapura dari Angkasa.

Ia menggendong Onno yang sudah meninggal.

Setiap ada yang bertanya, ada apa dengan anakmu? Yulce hanya tersenyum sambil meneteskan air mata.

Baca juga: Ketua Ampera Prihatin Aksi Anarkis Pengiring Jenazah Lukas Enembe: Merusak Rasa Duka

Lagi-lagi karena kemiskinan keluarga ini tidak bisa berbuat apa-apa dengan keberadaan anak mereka yang sakit hingga meninggal.

Saat itu, Lukas Enembe adlaah pegawai kecil yang masih bertugas di Merauke, Papua Selatan.

Kabar tentang Onno meninggal nyaris membuat Lukas ingin bunuh diri karena ia merasa bersalah sebagai laki-laki yang masih hidup miskin.

 

Anak Koteka Jadi Gubernur

Slogan ini mulai diprotes karena hanya membangun dikotomi di sesama Orang Asli Papua (OAP).

Tapi jujur, slogan ini muncul karena penuh makna dari pengalaman hidup Lukas Enembe sebagai putra asal Tolikara Pegunungan.

Apa yang saya saksikan tentang kisah kecil teman saya asal Pegunungan yang sering distigma buruk, juga dirasakan seorang Lukas Enembe semasa ia sekolah, bergaul hingga kuliah.

 

 

Stigma bodoh, tidak mampu, terbelakang dan lain-lain kerap dialamatkan ke Lukas Enembe yg berasal dari wilayah Pegunungan Papua.

Selama satu tahun lebih saya menjahit dengan tekun bahan-bahan penting dari kisah yang saya dapatkan dari Lukas Enembe, hingga buku itu pun jadi dengan segala keterbatasannya.

Buku itupun jadi magnet tersendiri saat terbit. Bedah buku yang dilaksanakan di Swiss-bellhotel membludak dan banyak yang menangis histeris saat tahu isinya tentang suka duka Lukas Enembe yang begitu pedih dan mengharukan.

Sayang yang tidak dikenal pun ketiban populer sebagai penulisnya.

Di luar semua itu, saya pun harus akui bahwa selama mengenal Lukas Enembe hingga ia berpulang untuk selamanya, atau sehari setelah perayaan Natal umat Kristiani, Lukas Enembe seperti memilih hari yang tepat untuk pamit sebagai pemimpin besar kepada rakyatnya.

Sehari setelah suka cita itu berakhir, baru ia pergi dengan tenang dalam sakit dan stigma yang dialamatkan padanya.

 

Tokoh Pluralis

Lukas Enembe adalah tokoh yang begitu baik, dermawan dan pluralis serta pembawa perubahan.

Sebelum saya bertemu dengannya, saya bermimpi berada di bawah gunung yang bersinar terang.

Mimpi itu jadi nyata karena saya telah bertemu dan menjadi bagian kecil dari aroma wangi serta bersinarnya kepemimpinan Lukas Enembe membangun Papua selama 20 tahun di birokrasi.

Stigma buruk masa kecil hingga 20 tahun lebih di birokrasi begitu dahsyat membombardir dirinya.

Lukas Enembe tetap tersenyum tersenyum tabah menghadapi tuduhan dalam sakit kronis yang dihadapinya hingga ia meninggal dengan tersenyum. 

Lukas Enembe, engkau begitu luar biasa melawan semua stigma buruk negara dengan karya-karya besar yang engkau bangun dan tinggalkan utk Tanah Papua. 

Hidupmu sangat singkat tapi karyamu abadi hingga anak cucumu yang engkau tinggalkan. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved