ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sejarah

KOLONIALISME di Papua

Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526 – 1527), ia tetap menggunakan nama Papua.

|
Penulis: Roy Ratumakin | Editor: Roy Ratumakin
Arsip Foto Nasional
ILUSTRASI - Perdana Menteri Dris (kedua dari kanan) menandatangani penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, dengan Wakil Presiden Indonesia Muhammad Hatta (keempat dari kiri) dan Ratu Juliana di Istana Dam Square.Gambar Joop van Bilsen. 

Walaupun demikian, hingga 1956 Papua berada di dalam lingkup Provinsi Maluku.

Tahun 1945, oleh Residen JP Van Eechoud dibentuklah sekolah Bestuur. Di sana ia menunjuk Atmoprasojo, mantan tahanan diguli, menjadi direktur sekolah Bestuur untuk mendidik kaum terpelajar Papua.

 

 

Sementara itu Admoprasojo menggunakan posisinya untuk membujuk murid-muridnya bahwa pemerintah Belanda adalah penjajah dan upaya pemerintah Belanda adalah upaya melanjutkan Penjajahan di Papua maka ia meminta kaum terpelajar harus ikuti kemerdekaan Indonesia.

Beberapa murid yang setuju (butuh rujukan) melakukan pertemuan tertutup di Tobati, Hollandia.

Untuk melawan upaya Dekolonisasi Papua oleh Pemerintah Belanda turut dibicarakan penggantian sebuah nama oleh Frans Kaisiepo selaku ketua panitia kemudian mengambil sebuah nama yaitu Irian dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian.

Pada perkembangan selanjutnya nama Irian menjadi akronim untuk "Ikuti Republik Indonesia Anti Nederlands" sebagai kampanye menentang Pemerintah Belanda.

Pada Desember 1945, direncanakan pemberontakan terhadap Belanda pada tanggal 25 Desember yang berpusat di Kampung Harapan, yang dipimpin Admoprasojo dan murid-muridnya beserta beberapa anggota KNIL, Batalion Papua, dan mantan Heiho.

Namun pemerintah Belanda mengetahui rencana setelah diberi tahu salah satu anggota Batalion Papua.

Otoritas Belanda memberi isu penyerangan kampung kristen akan dilakukan oleh anggota pemberontak yang beragama muslim, dan mengerahkan pasukan KNIL yang berpusat di Kloofkamp yang berjarak 40 km dari Kampung Harapan untuk mengepungnya pada tanggal 15 Desember.

Kemudian menggunakan pasukan asal Rabaul, Papua Nugini, Belanda menangkap 250 calon pemberontak, dan menangkap Atmoprasojo, Corinus Krey, Marthen Indey dan Silas Papare sebagai pemimpin operasi untuk dibawa ke Hollandia.

Pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisiepo yang dipilih untuk mewakili Nieuw Guinea hadir untuk konferensi di Malino-Ujung Pandang, sebelum pergi ke Malino pada 9 Juli 1946, atas saran Corinus Krey, Frans Kaisiepo bertemu dengan Admoprasojo di penjara Abepura, Hollandia yang difasilitasi oleh sipir Elly Uyo dan anggota batalion papua, Johan Aer.

Di pertemuan ini mereka setuju untuk menggunakan nama Irian. Di Malino melalui pidatonya dalam penyiaran radio nasional, mengumumkan pergantian nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian dan seharusnya masuk menjadi wilayah Indonesia, nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik.

Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).

Sumber: Tribun Papua
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved