ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sejarah

KOLONIALISME di Papua

Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526 – 1527), ia tetap menggunakan nama Papua.

|
Penulis: Roy Ratumakin | Editor: Roy Ratumakin
Arsip Foto Nasional
ILUSTRASI - Perdana Menteri Dris (kedua dari kanan) menandatangani penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, dengan Wakil Presiden Indonesia Muhammad Hatta (keempat dari kiri) dan Ratu Juliana di Istana Dam Square.Gambar Joop van Bilsen. 

Di saat yang bersamaan pada tanggal 17 Juli 1946, Panggoncang Alam melancarkan pemberontakan untuk melepaskan Atmoprasojo dengan melucuti pasukan KNIL dan menyerang beberapa lokasi walau akhirnya gagal.

Silas Papare dianggap memiliki andil dalam peristiwa tersebut diasingkan dari Hollandia ke Serui, di mana dia bertemu dengan Sam Ratulangi yang sudah lebih dahulu diasingkan di sana.

Selanjutnya PKII (Partai Kemerdekaan Indonesia Irian) didirikan oleh Papare di Serui bersama Alwi Rachman sebagai wakil, dan Sam Ratulangi sebagai penasihat.

Komite Indonesia Merdeka (KIM) organisasi berasal di Melbourne mendirikan cabang Abepura pada Oktober 1946, dipimpin oleh Dr. J.A. Gerungan, yang setelah dipindahkan, dipimpin oleh Marthen Indey.

Di Manokwari, Gerakan Merah Putih didirikan oleh Petrus Walebong dan Samuel Damianus Kawab, gerakan ini kemudian menyebar ke Babo, Kokas, dan Sorong.

Cabang KIM di Biak diubah menjadi Partai Indonesia Merdeka (PIM) oleh Lukas Rumkorem, sedangkan di Sorong, Perintis Kemerdekaan didirikan oleh Sangaji Malan.

Para tanggal 17 Agustus 1947, para pekerja Nederlandsch Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij, mendirikan Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) yang dipimpin Abraham Koromath.

Pada tanggal 19 Maret 1948 terjadi pemberontakan terhadap Belanda di Biak yang dipimpin oleh Stevanus Yoseph dengan Petro Jandi, Terianus Simbiak, Honokh Rambrar, Petrus Kaiwai dan Hermanus Rumere. Para pemimpin pemberontakan ditangkap dan Petro Jandi dihukum mati, dan lainnya dipenjara.

Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) dilakukan di Deen Hag, Belanda sebagai upaya pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Indonesia menuntut Pemerintah Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan permasalahan mengenai status Irian Barat dibicarakan kemudian.

Saat itu Kemerdekaan Indonesia diakui Pemerintah Belanda dari Aceh sampai Ambon dengan sistem Pemerintahan Federal yang dikenal dengan Republik Indonesia Serikat.

Pemerintah Belanda menginginkan agar daerah masing-masing wilayah Indonesia harus membangun masing-masing wilayah administrasinya dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah (RIS) sebagai Negara Bagian.

Untuk wilayah Irian, Pemerintah Belanda menolak digabungkannya wilayah tersebut ke dalam Republik Indonesia Serikat karena telah mendaftarkan Wilayah Non Self Government Territory di PBB yang akan didekolonisasi menjadi sebuah Negara Merdeka. (butuh rujukan)

Pada tahun 1946, berdasarkan data resolusi 66(I), Daftar Wilayah Non Self Government Territory di PBB mencakup seluruh wilayah Netherlands Indies.

Belanda kembali mengubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut sejalan dengan upaya pemerintah Belanda untuk Dekolonisasi Nieuw Guinea sesuai dengan Piagam PBB 1945 tentang Penghapusan Wilayah Koloni.

Menurut Arend Lijphart, motivasi Belanda memisahkan wilayah Papua didasari oleh letak strategisnya untuk pusat tentara laut kerajaan Belanda di pasifik, memindahkan Indo-eurasian dari wilayah Indonesia lainnya, dan untuk mengontrol kepentingan ekonomisnya di Indonesia.

Untuk menghapuskan nasionalisme Indonesia, Van Eechoud melarang PKII dan KIM, dan membuang tokohnya ke Makassar, Jawa, dan Sumatra. Tokoh-tokoh yang dibuang seperti Silas Papare, Albert Karubuy, N.L. Suwages, Machmud Singgirei Rumagesan.

Walau beberapa masih pula berada di Papua seperti, Steven Rumbewas, Corinus Krey, Marthen Indey, Abraham Koromath, Samuel Damianus Kawab, Elieser Jan Bonay, dan Elly Uyo.

Di tahun 1956, akibat penangkapan terhadap pemimpin PPI dan OPI di Sorong, Organisasi Pemuda Irian tersebut kemudian dipimpin oleh Bastian Samori, Yulius Worabay, Lodewijk Wosiri, Bob Warinusi, dan Elias Paprindey.

Pada tanggal 3 November 1956, mereka berupaya untuk mesabotase tanki minyak di Sorong. Terjadi pemberontakan serupa oleh pemuda di Fakfak, di mana mereka menyerang pos polisi belanda.

Pemerintah Belanda kemudian menangkap Elias Paprindey, Elimelek Ayoni, dan Franky Kossa pada tahun 1959.

Pada tanggal 15 Juni 1960, legislasi New Guinea Organic law diadopsi di parlemen Belanda, dengan demikian Dewan Papua yang dikenal dengan nama Nieuw Guinea Rad dibentuk.

Di dalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah mengkaji sejarah dan budaya Papua dengan membentuk Dewan Adat Papua, termasuk pembentukan Partai Politik Papua, serta mengizinkan Keterlibatan Partai Politik Papua dalam Pemilihan Dewan Papua atau Nieuw Guinea Rad, selanjutnya Nieuw Guinea Rad menciptakan sebuah Simbol Bangsa Papua yaitu nama Bangsa Papua sebagai West Papua atau Papua Barat, Burung Mambruk sebagai simbol Bangsa Papua, Bendera Bintang Kejora sebagai Bendera Papua Barat, lagu Hai Tanahku Papua sebagai Lagu Kebangsaan Papua Barat, uang Gulden Nieuw Guinea sebagai Mata Uang Bangsa Papua Barat mempersiapkan Dekolonisasi Papua atau Kemerdekaan Papua di rencanakan penyerahan kemerdekaan Papua secara de facto tahun 1961.

Pada tanggal 19 October 1961, Dewan Nugini mengajukan manifesto untuk permohonan izin mendeklarasikan Simbol Bangsa Papua Barat.

Maka pada 1 Desember 1961, Pemerintah Belanda mengizinkan simbol tersebut diadopsi sebelah bendera belanda.

Pada tahun 1958 sampai 1961, sejumlah pemuda papua melintas ke wilayah Indonesia, mereka diterima dan mendapat pelatihan militer dalam rangka upaya perebutan kembali dari pemerintah Belanda, beberapa tokoh terkenal berikut AJ. Dimara, Benny Torey, Marinus Imbury, Zadrack Rumbobiar, Melkianus Torey, dan Metusalim Fimbay.

Di Jayapura dan Manokwari melaksanakan Upacara Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat secara de facto dan secara de jure dipersiapkan tahun 1969 sesuai dengan rencana Pemerintah Belanda memberikan Kemerdekaan bagi Nederlands Nieuw Guinea (butuh rujukan) dalam Daftar Wilayah Dekolonisasi atau Wilayah Non Self Government Territory di PBB dan ditangani oleh Badan Dekolonisasi PBB yang dikenal Tim 24.

Pada tanggal tersebut semua masyarakat Papua dan pegawai Pemerintah Belanda mengikuti Acara Deklarasi Simbol Bangsa Papua sekaligus Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat.

Saat itu Lagu Kebangsaan Papua Barat dan Lagu Kebangsaan Belanda dinyanyikan saat pengibaran Bendera Papua Barat Bintang Kejora disamping Bendera Belanda sebagai Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat. (butuh rujukan)

Tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan Perjanjian New York yang dimediasi oleh Amerika Serikat yang berisi penyerahan Papua bagian barat dari Belanda melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) kepada Indonesia.

Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk mengawasi act free choice di Papua yang pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, yaitu West New Guinea/West Irian.

Saat itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Subandrio, dengan perwakilan asal Papua meliputi J.A. Dimara, Albert Karubuy, Frits Kirihio, Silas Papare, M. Indey, dan Efraim Somisu.

Pada tanggal 14 Juli–2 Agustus 1969 untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau Indonesia.

Sebanyak 1.025 laki-laki dan perempuan dipilih menjadi delegasi wilayahnya dan secara aklamasi memilih bergabung dengan Indonesia, kritik menyebutkan militer Indonesia lah yang memilih dengan paksaan.

Berikutnya, nama Papua atau Nederlands Nieuw Guinea diganti menjadi Irian Barat sejak 5 Mei 1963 saat wilayah diserahkan dari Belanda ke dalam Negara Republik Indonesia.

Pada tahun 1967, kontrak kerja sama PT Freeport Mc Morran dengan pemerintah Indonesia dilangsungkan oleh Suharto setelah ditolak Sukarno.

Dalam kontrak ini Freeport gunakan nama Irian Barat, walau secara resmi Papua belum menjadi Provinsi di Indonesia.

Dalam Sidang Umum PBB 1969 Agenda Pembahasan Pelaksanaan PEPERA menjadi masalah sengit antara dua kubu dengan pembahasan menjadi tiga hari dari biasanya satu jam.

Kelompok Pan African yang terdiri dari Negara-negara Afrika dan Amerika dan Amerika Latin menolak dan menuntut Pelaksanaan Ulang dengan One Man One Vote bukan dengan cara Musyawarah Indonesia yang dipake dalam PEPERA sedangkan Negara-negara Asia mendukung Indonesia.

Sidang diskor 1 Minggu dan Indonesia memperoleh dukungan 53 PERSEN.[butuh rujukan]

Papua adalah bagian Negara Indonesia setelah dilakukannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969.

Kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya.[butuh rujukan]

Memasuki era reformasi sebagian masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut.

Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, dia memaklumkan bahwa nama Irian Jaya saat itu diubah namanya menjadi Papua seperti yang diberikan oleh Kesultanan Tidore pada tahun 1800-an. (*)

Sumber: Tribun Papua
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved