ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Papua Pegunungan

POLEMIK Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan, Pemerintah Jangan Abaikan Penolakan Masyarakat

Pemerintah harus bijaksana serta tidak mengabaikan suara masyarakat yang menolak pembangunan.

Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Putri Nurjannah Kurita
Suasana konferensi pers di Kantor ALDP di Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI – Rencana pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan terus menjadi polemik antara kelompok masyarakat yang menerima dan menolak.

Untuk itu, pemerintah harus bijaksana serta tidak mengabaikan suara masyarakat yang menolak pembangunan.

Persoalan tanah adat di Wouma dan Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan dalam pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan terkesan menciptakan konflik dengan cara yang tidak sesuai dengan mekanisme.

Baca juga: POLEMIK Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan, Bony Lany: Kami Tidak Pernah Tolak 

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua dalam  konferensi pers bersama masyarakat adat yang menolak pembangunan didampingi LBH Papua, ALDP, Elsham Papua, SKPKC, GKI Sinode Tanah Papua, berlangsung di Kantor ALDP, Padang Bulan, Kamis (18/1/2024) lalu.

Perwakilan Masyarakat Adat Wouma, Melki Wetipo mengatakan, masyarakat adat yang menerima atau pro terhadap pembangunan tersebut telah menerima pembayaran senilai Rp 11.500.000.000 untuk masyarakat adat Wouma, sedangkan uang senilai Rp 7.500.000.000 diterima oleh masyarakat adat Walesi. Pembayaran itu dilakukan kepada penggarap tanah.

 

 

Informasi yang diketahui dari pemberitaan media tersebut, Melki menilai proses pembayaran tidak dilakukan terbuka dan secara sepihak. Akibatnya masyarakat yang kontra melakukan pemalangan sejumlah alat berat.

"Kami juga tidak tahu dimana. Dialokasikan untuk apa, kami belum tahu, tidak juga dijelaskan disitu (dalam pemberitaan). Kami sudah palang alat dua yang ambil material di kali," katanya.

Sesudah dana itu dibagi, kata dia, masyarakat merasa khawatir menggunakan uang tersebut. Karena itu, pihaknya menilai, pemerintah tidak berhati-hati dalam mengatasi masalah di wilayah setempat.

Baca juga: Ini Hasil Investigasi Komnas HAM Soal Polemik Lokasi Kantor Gubernur Papua Pegunungan

"Kami lihat yang tidak hati-hati itu pemerintah yang buat masalah karena dari awal jika tidak menyadari hal ini, tanah akan hilang dan kami (generasi) akan mati (habis)," ujarnya.

Melki menyampaikan, pemerintah secara sadar dan sengaja mau merampas tanah adat, saat ini, suku besar Hubula bagian dari Suku Besar Mukoko, adalah sebuah wilayah kecil yang tersisa, dan itu, adalah lokasi perkebunan dan perkampungan.

"Jika tanah itu juga diambil alih pemerintah. Lalu kami mau kemana? Yang mereka targetkan ini kebun berarti sama saja mereka mau usir kita," katanya.

Proses pembayaran yang sudah berjalan, kata dia, bagaimana peran Pemkab Jayawijaya terhadap pelepasan tanah adat.

Halaman
123
Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved