ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sosok

Dituduh OPM, Ini Kisah Arnold Ap dan Mambesak

Mambesak dalam istilah bahasa Biak untuk ‘burung Cenderawasih’ atau ‘burung Surga’, yang terbang menjadi gerakan kultural dan identitas rakyat Papua.

|
Penulis: Roy Ratumakin | Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Istimewa
Lahir di Biak-Numfor, sebuah pulau indah di tengkuk Papua yang kini dalam ancaman kerusakan ekologis, Arnold Ap menjadi antropolog dan musisi terkemuka berkat perannya membentuk grup musik Mambesak. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Lahir di Biak-Numfor, sebuah pulau indah di tengkuk Papua yang kini dalam ancaman kerusakan ekologis, Arnold Ap menjadi antropolog dan musisi terkemuka berkat perannya membentuk grup musik Mambesak.

Mambesak dalam istilah bahasa Biak untuk ‘burung Cenderawasih’ atau ‘burung Surga’, yang terbang menjadi gerakan kultural dan identitas rakyat Papua.

Baca juga: Mengenang Arnold Ap, Tokoh Seniman Papua: Generasi Muda Jangan Lupakan Sejarah

Lantaran berisiko membangkitkan persatuan dan ingatan atas satu tanah yang sama, dari Sorong hingga Merauke, ia menjadi target operasi militer Indonesia yang menudingnya simpatisan jaringan perkotaan Organisasi Papua Merdeka meski tuduhan ini tak pernah jelas.

Pada 26 April 1984, Kopassus membunuhnya.

 

 

Arnold Ap dalam usia 24 tahun menyaksikan proses integrasi paksa tanah Papua ke Indonesia.

Ia bersama teman-teman mahasiswanya protes Pepera 1969, yang sampai kini menjadi barang panas politik di Papua.

Dan karena mempersoalkannya, ia pun dipenjara sebagaimana kini dialami anak-anak muda Papua—juga orang Indonesia yang bersimpati pada nasib orang Papua.

Setelah lulus studi sarjana muda Geografi di Universitas Cenderawasih, atas permintaan Ketua Lembaga Antropologi Uncen, Ignatius Suharno, Ap diminta menjadi kurator Museum ‘Loka Budaya’ Uncen.

Baca juga: Nicolaas Jouwe, Pendiri Organisasi Papua Merdeka

Tugas inilah yang membawanya pergi ke pedalaman-pedalaman Papua, yang dipakainya untuk mengumpulkan berbagai seni patung, seni tari, dan lagu-lagu dari berbagai suku di Papua.

Lagu-lagu rakyat itulah, tak cuma dari Biak tapi dari kampung-kampung Papua di pegunungan, diaransemen ulang, dinyanyikan, dan dinterpretasikan lewat tarian yang bertumpu pada kebudayaan khas Papua.

Ketika Mambesak dibentuk pada 15 Agustus 1978, sembilan tahun setelah Pepera, di halaman Museum Uncen oleh Arnold Ap dan sejumlah seniman termasuk Samuel Kapissa, kekayaan grup musik ini bukan cuma pada upaya personelnya mengumpulkan lagu-lagu rakyat Papua yang memang kaya itu—yang oleh orang luar dan negara Indonesia dicap “primitif”.

Baca juga: Tokoh Papua Dukung Aparat Tegakkan Hukum Pembunuhan Warga Sipil di Yahukimo: Egianus Bertobatlah

Tapi juga pada cara mereka membawakannya, mengemas ke dalam produk teknologi baru saat itu berupa kaset, lalu menyebarkannya lewat program siaran radio yang diasuh mereka setiap pekan.

Sehingga Mambesak, dalam perjalanan singkatnya seiring pembunuhan terhadap pemimpinnya, menjadi sangat populer bagi orang-orang tua maupun anak-anak muda Papua.

Halaman
123
Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved