ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Opini

OAP Wajib Selamatkan Bahasa Ibu sebagai Identitas Warisan Budaya

Selain itu bahasa ibu juga merupakan alat ungkap kebudayaan dan jembatan antar generasi di dalam suatu bangsa

Tribun-Papua.com/ Istimewa
Sepi Wanimbo 

Oleh Sepi Wanimbo

Bahasa, bukan hanya sebagai yang berfungsi alat komunikasi untuk menyampaikan kehendak antar individu yang saling berinteraksi, tapi bahasa juga merupakan identitas warisan budaya diri suatu bangsa yang harus kita banggakan, pertahankan dan lestarikan serta kembangkan keberadaannya.

Selain itu bahasa ibu juga merupakan alat ungkap kebudayaan dan jembatan antar generasi di dalam suatu bangsa.

Bahasa itu adalah yang telah sejak lama digunakan sebelumnya adanya bahasa Nasional. Tapi sayangnya, bahasa ibu sudah mulsi melupakan keberadaannya.

UNESCO telah menetapkan setiap tanggal, 21 Februari 1999 sebagai hari bahasa ibu Internasional.

Ini menunjukkan bahwa pentingnya bahasa ibu untuk diperingati agar dapat selalu dipertahankan dan dilestarikan perkembangannya, agar tiap - tiap bangsa tidak akan kehilangan budaya dan identitas dirinya.

Berdasarkan keterangan dari UNESCO, diperkirakan bahwa, jika tidak ada yang dilakukan, setengah dari lebih dari 6000 bahasa yang dicapkan hari ini akan hilang pada akhir abad ini.

Di Indonesia, sekitar 90 persen dari 7000-an bahasa ibu akan punah dalam waktu kurang dari 100 tahun.

Hanya 13 bahasa ibu yang menutur diatas satu juta orang.

Artinya, bahasa daerah lainnya berpenutur di bawah satu juta orang. Di antara 7000-an bahasa ibu tersebut, 169 di antaranya punah, karena berpenutur kurang dari 500 orang.

Terdapat 428 bahasa daerah di Papua terancam punah itu tersebar di beberapa wilayah dan bahasa antaranya, bahasa Kuri/Nabi, bahasa Ormu, bahasa Sapani, bahasa Skouw, bahasa Bku, bahasa Mansim Borai, bahasa Tadia, Bahasa Tobati, bahasa Kayu Pulau, bahasa Moi, mahasa Manokwari, bahasa Raja Ampat, bahasa  Tandia di daerah Teluk Wondama, bahasa Air Matoa di Kaimana, bahasa Mapia di Supiori dan bahasa Mawes di Sarmi.

Balai bahasa di Papua sudah melakukan penelitian dari tahun 2006 - 2019 dan mendata ada 428 bahasa, daerah terbanyak penuturnya adalah bahasa Lani dan bahasa Mee memiliki penutur lebih dari 1. 000 orang.

Memang dua bahasa itulah yang memiliki penutur lebih dari 1. 000 orang bahkan masih banyak generasi muda yang masih menggunakan bahasa lokal atau bahasa ibu sebagai identitas, jati diri, budaya sehingga terus dilestarikan di berbagai tempat maka bahasa ibu tetap terjaga dari generasi ke generasi akan datang.

Pada umumnya bahasa ibu yang jumlah penuturnya sedikit cenderung merupakan bahasa yang mempunyai tulisan.

Dengan demikian, tradisi lisan yang berkembang pada bahasa - bahasa minoritas ini jika tidak segera didokumenkan maka akan sangat sulit untuk mempertahankan eksistensi mereka.

Sumber: Tribun Papua
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved