Sastra
Membaca Cerpen 'Robohnya Surau Kami' Karya A A Navis dalam Perspektif Poskolonial
Haji Ali Akbar Navis (1924–2003) atau dikenal dengan nama A. A. Navis adalah sastrawan dan kritikus budaya kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat.
Ketiga, orientalisme dapat dilihat sebagai institusi yang berbadan hukum untuk menghadapi Timur, menjustifikasi pandangan tentang Timur, mendeskripsikannya, serta menguasainya.
Dapat disimpulkan bahwa orientalisme adalah cara Barat untuk mendominasi, merestrukturasi, dan menguasai Timur.
b. Perspektif Homi K. Bhabha
Bhabha melihat sudut pandang poskolonial dari dua kutub biner yang berbeda, yakni colonized (dijajah) dan colonizer (penjajah).
Keduanya harus dilihat sebagai konteks historis yang tidak selalu linear satu arah.
Bila colonized bersikap resisten, colonizer bersikap anxiety atau cemas.
Namun, sikap perlawanan dan cemas dapat saja terjadi dikedua belah pihak, seperti perlawanan dan resistensi dari colonizer yang khawatir akan ancaman terhadap daerah jajahannya oleh penjajah lainnya, sedangkan dari pihak yang dijajah, tidak selalu resisten, melainkan terkadang bisa menerima kehadiran penjajah, meski tidak sepenuhnya.
Berdasarkan hal ini, Bhabha melihat antara penjajah dan yang terjajah terdapat "ruang antara" yang memungkinkan keduanya untuk berinteraksi.
Bhaba juga memiliki konsep liminalitas dan hibriditas.
Konsep liminalitas menjelaskan bahwa ada ruang antara dimana perubahan budaya dapat berlangsung, yaitu ruang antarbudaya dimana strategi-strategi kedirian personal maupun komunal dapat dikembangkan, sedangkan konsep hibriditas mengemukakan bahwa ketegangan antara penjajah dan terjajah merupakan proses pertukaran budaya.
Contoh dari hibriditas ini adalah penyesuaian dalam bentuk pakaian, makanan, dan lain sebagainya.
Konsep hibriditas ini juga tampak sebagai proses mimikri (peniruan) dan mockery (pengejekan).
c. Perspektif Gayatri Spivak
Spivak menganalisis soal “siapa kawan” dan “siapa lawan” dalam persoalan kolonialisasi.
Perspektif pascakolonialnya bertujuan untuk mencari aktor-aktor luar dan aktor-aktor dalam yang berperan dalam penjajahan.
Menurutnya, bisa jadi sub-altern sendiri yang saling menindas satu sama lain, relasi antara kelas intelektual dan sub-altern adalah tuan-hamba.
Selain itu, ia menganggap bahwa kaum intelektual hadir untuk mewakili kaum sub-altern, membawa aspirasi sub-altern, karena sub-altern tidak bisa bicara.
3. Cerita Pendek “Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis dalam Perspektif Poskolonial
Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A. Navis dapat dianalisis berdasarkan perspektif pascakolonial Edward Said, Homi K. Bhaba, dan Gayatri Spivak.
Jika diuraikan dan dibandingkan, berikut hasil analisisnya menurut perspektif pascakolonial Edward Said, Homian Bhaba, dan Gayatri Spivak
a. Orientalisme Edward Said
Dalam cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis, narator yang menyebut dirinya dengan ‘aku’ adalah tokoh yang terhegemoni wacana kolonial.
Ia menyapa orang di luar kampungnya dengan sebutan ‘Tuan’, artinya ia merendahkan bangsanya sendiri sebagai bangsa yang terjajah.
Sikap ini tampak di awal cerpen, tokoh ‘aku’ mendeskripsikan kondisi kampungnya dan tokoh ‘Kakek’ yang begitu pasrah dengan keadaannya.
Tokoh ‘aku’ juga menunjukkan sikap seperti seorang majikan, di dalam cerpen diceritakan bahwa sekali hari dia datang untuk mengupah Kakek.
Tokoh ‘Ajo Sidi’ dianggap sebagai representasi Barat. Tokoh ini menunjukkan kemajuan cara berpikirnya dengan mengikuti teknik bercerita orang Timur.
Ajo Sidi berusaha menyadarkan masyarakat di kampungnya, termasuk si Kakek, bahwa cara hidup mereka yang religius tidak akan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan.
Tokoh ‘Kakek’ menjadi representasi Timur sebagai pihak yang terjajah.
Tokoh ini digambarkan dengan karakter yang religius, taat pada ajaran agama, dan pasrah akan nasibnya sebagai kaum bawah.
Kaum bawah dalam hal ini identik dengan orang-orang terjajah.
b. Homi K. Bhabha
Tokoh ‘Ajo Sidi’ dalam cerpen ini menunjukkan sikap yang resisten terhadap pihak penjajah.
Ia sudah mencoba untuk menyadarkan kaumnya akan dampak buruk penjajahan, ia juga sudah menunjukkan sikapnya yang tidak mau dijajah dengan bekerja.
Baginya, urusan dunia juga penting untuk melawan segala bentuk penjajahan yang ada.
Sikap resistensi ini tampak dalam sikap mimikri (peniruan) yang dilakukan oleh tokoh ‘Ajo Sidi’.
Dalam cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis, tokoh ‘Ajo Sidi’ adalah seorang pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pelaku-pelaku ceritanya.
Begitu pun ketika sekali Ajo Sidi menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut ia sebut pimpinan katak.
Tokoh ‘Ajo Sidi’ ini menirukan sikap kaum penjajah.
Dalam cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis, penulisnya berada dalam posisi yang ambigu.
Penulis dalam hal ini seolah tidak jelas memihak kepada siapa, pihak penjajah atau yang pihak yang terjajah.
c. Gayatri Spivak
Dalam cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis, dapat diketahui bahwa tokoh ‘aku’ adalah golongan subaltern.
Tokoh ‘aku’ seperti halnya kaum intelektual, seolah-olah hadir untuk mewakili suara kaum subaltern yang terjajah.
Clausure yang terdapat dalam cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis memiliki tema kebutuhan hidup di dunia dan akhirat.
Kebutuhan hidup ini harus dipenuhi secara seimbang.
Bila dicermati lebih dalam dan dekat, terdapat oposisi biner antara;
dunia >< akhirat>
bekerja >< beribadah>
materi >< pahala>

4. Penutup
Tulisan ini berisi hasil perbandingan analisis cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A. A. Navis dalam perspektif poskolonial dari Edward Said, Homi K. Babha, dan Gayatri Spivak.
Tulisan ini hanyalah pemantik untuk mengenali, membaca, dan mendalami karya-karya A. A. Navis yang lain.
Saran atau masukan untuk penyempurnaan tulisan ini akan diterima dengan senang hati dan pikiran terbuka.
Semoga muncul tulisan atau kajian yang komprehensif terhadap cerita pendek “Robohnya Surau Kami” atau karya A. A. Navis yang lain setelah ini. (*)
*) Tulisan awal dari Tanah Papua menjelang Peringatan 100 Tahun A.A. Navis
**) Widyabasa Ahli Madya Kemendikbudristek
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.