Nasional
Intip Kekuatan Udara TNI AU, Drone 'Game Changer'
Pesatnya penggunaan drone tentu perlu dicermati oleh pemerintah dan TNI Angkatan Udara, terutama di dalam membangun postur kekuatan alutsista.
Selain dua subkategori di atas, drone Kelas III juga biasanya merupakan drone serang (strike/combat drone).
Sama seperti drone Kelas II, drone Kelas III umumnya menggunakan fixed wing dan dapat beroperasi pada jarak ribuan kilometer atau lebih tergantung pada peralatan komunikasi yang disematkan. Indonesia sendiri sebenarnya sempat membuat MALE drone, Elang Hitam, yang memiliki spesifikasi kombatan.
Pengembangan drone ini dilakukan konsorsium enam lembaga dan PT Dirgantara Indonesia.
Keenam lembaga itu adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, Institut Teknologi Bandung (ITB), PT Dirgantara Indoesia, dan PT LEN Industri (Persero). Namun, riset
Elang Hitam sebagai drone kombatan pada akhirnya dihentikan dan drone ini dialihfungsikan menjadi drone sipil. Game changer Di dalam perkembangannya, drone dinilai telah menjadi game changer di dalam era perang modern, khususnya pertempuran udara.
Menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim, aspek penting di dalam sebuah pertempuran udara adalah serangan tiba-tiba atau surprise attack.
Peristiwa Pearl Harbour tahun 1941, di mana pasukan Angkatan Laut (AL) Kekaisaran Jepang melakukan serangan kamikaze terhadap Armada Pasifik AL Amerika Serikat yang tengah berlabuh di Pangkalan AL Pearl Harbor, Hawaii menjadi contoh nyata efektifitas surprise attack.
Selang 60 tahun kemudian, AS Kembali mendapatkan surprise attack setelah kelompok al-Qaeda membajak empat pesawat komersial yang hendak terbang ke California pada 11 September 2001.
Dua pesawat di antaranya digunakan untuk menabrak menara kembar World Trade Center (WTC) di New York.
Pesawat ketiga digunakan untuk menyerang Pentagon, sedangkan pesawat keempat jatuh di sebuah pedesaan di wilayah Pennsylvania.
Chappy mengatakan, selama 20 tahun terakhir, tidak ada gagasan baru di dalam pengembangan teknologi jet tempur.
Namun, hal berbeda justru dialami drone yang disebutnya sebagai bagian dari perang siber.
"Sudah terjadi disrupsi di air war. Drone lebih efisien karena bagian dari cyber war, punya AI. Dari AI, dia terangkum dalam sistem komando pengendalian yang satellite base. Orang sering menyebutnya star war, karena terjadinya di luar angkasa. Sekarang orang akan mengandalkan drone untuk menyerang," ucap Chappy dalam wawancara eksklusif dalam program BRIGADE Podcast, yang tayang pada kanal YouTube Kompas.com, pada 8 Mei lalu.
Salah satu keuntungan penggunaan drone dalam pembangunan sistem pertahanan dan serangan udara adalah harganya yang lebih murah, teknologi yang relatif lebih mudah dibuat dan dikembangkan, serta efektifitas di dalam melakukan manuver untuk menyerang target tertentu, dibandingkan jet tempur.
Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia ini mencontohkan, ketika AS membalas serangan al-Qaeda akibat peristiwa 9/11, drone memainkan peranan penting di dalam keberhasilan operasi rahasia itu.
| Mahasiswa IPB Bima Wicaksana Meninggal Saat Tugas Riset di Papua Barat, Dianugerahi Gelar Sarjana |
|
|---|
| Proyek Strategis Nasional di Merauke Dinilai Membawa Bencana Serius, Perambahan Hutan Menggila |
|
|---|
| Lahan 200.000 hektar di Merauke Bakal Disulap Jadi Proyek Food Estate Pemerintah |
|
|---|
| Ketegasan Presiden Prabowo Dibutuhkan untuk Penyelesaian Konflik Papua |
|
|---|
| Majelis Rakyat Papua Pegunungan Usulkan Frans Pigome Jadi Presiden PT Freeport Indonesia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/30052024-Koorna.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.