Papua Terkini
Suku Awyu dan Moi Menangis, Tanah Adatnya Dirampas Perusahaan Sawit: Apakah Papua Masih Bagian NKRI?
Sudah cukup lama komunitas masyarakat adat tersebut memperjuangkan tanah leluhurnya. Namun, negara seolah tak memperdulikan mereka.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAKARTA - Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya, semakin resah akibat ulah perusahaan sawit yang diklaim merampas hak ulayat mereka.
Tidak tanggung-tanggung, luas lahan yang dikuasai diperkirakan seluas Jakarta.
Sudah cukup lama komunitas masyarakat adat tersebut memperjuangkan tanah leluhurnya. Namun, negara seolah tak memperdulikan mereka.
Berbagai upaya dilakukan, mulai gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga terakhir ke Mahkamah Agung (MA), tetapi belum membuahkan hasil.
Pemerintah seolah abai, lebih mengutamakan investasi ketimbang keadilan bagi rakyatnya.
Terakhir, Suku Awyu dan Moi terpaksa turun ke Jakarta untuk menuntut hak ulayat mereka dikembalikan pihak perusahaan.
Bersama mahasiswa Papua dan organisasi masyarakat sipil, mereka menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Mereka mendesak Mahkamah Agung agar menjatuhkan putusan hukum dan membatalkan izin perusahaan sawit, yang mengambil hutan tempat tinggal masyarakat adat di Kabupaten Boven Digoel.
Mengenakan busana khas suku masing-masing, mereka menggelar doa dan ritual adat di depan kantor MA.

"Kami datang dari Tanah Papua ke ibu kota Jakarta untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan,” ujar perwakilan dari suku Awyu, Hendrikus 'Franky' Woro.
Baca juga: Negara Tolak Gugatan Suku Awyu Menentang Perkebunan Sawit, 39.000 Hektare Hutan Papua Dirampas
Adapun perjuangan masyarakat adat Papua ini telah dilakukan sejak 2023.
Setelah bolak-balik ke pengadilan, gugatan keduanya saat ini sampai tahap kasasi di MA.
"Undang-undang Dasar 1945 dan semua prosedur undang-undang itu sudah ada. Yang pertama, kami hanya minta penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan kepada kami masyarakat kecil," seru Hendrikus.
Berjuang atas hak hidup dan lingkungan
Hendrikus menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL) dengan konsesi lingkungan seluas 36.094 hektar, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.