Papua Terkini
Suku Awyu dan Moi Menangis, Tanah Adatnya Dirampas Perusahaan Sawit: Apakah Papua Masih Bagian NKRI?
Sudah cukup lama komunitas masyarakat adat tersebut memperjuangkan tanah leluhurnya. Namun, negara seolah tak memperdulikan mereka.
Izin tersebut berada di hutan adat marga Woro-woro, bagian dari suku Awyu.
Namun, gugatan Hendrikus kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua.

Oleh karena itu, ia mengajukan permohonan kasasi kepada MA terkait perkara tersebut.
Melalui aksi damai ini, ia berharap MA dapat mengabulkan kasasi tersebut sehingga hutan yang diwariskan turun-temurun tetap terjaga.
Pasalnya, kehadiran hutan dan tanah adat telah dijadikan sebagai pusat penghidupan bagi mayoritas masyarakat adat di Papua.
Mereka berburu, berkebun, membangun rumah, mengolah pangan, hingga menghasilkan obat-obatan di sana.
"Saya ingin hidup aman dan damai. Kami berjuang tentang harkat dan martabat manusia, jati diri. Kami mau hidup di hutan aman, cari makan bebas, tidak mau konflik. Coba lihat di lapangan, apa yang saya perjuangkan ini kebenaran," papar Hendrikus.
Tak hanya bagi masyarakat adat Papua, alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit akan menghilangkan daya dukung lingkungan alam.
Selain kasasi perkara PT IAL, sejumlah masyarakat adat Awyu juga mengajukan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya, dua perusahaan sawit yang juga sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel.
PT KCP dan PT MJR, yang sebelumnya kalah di PTUN Jakarta, mengajukan banding dan dimenangkan oleh hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.
Baca juga: Perusahaan Sawit Permata Nusa Mandiri Buka Lahan Baru di Lembah Grime Jayapura: Tindak Tegas!
“Kami sudah cukup lama tersiksa dengan adanya rencana sawit di wilayah adat kami. Kami ingin membesarkan anak-anak kami melalui hasil alam. Sawit akan merusak hutan kami, kami menolaknya,” kata perwakilan perempuan adat Awyu, Rikarda Maa.
Sementara itu, sub suku Moi Sigin saat ini tengah melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektar hutan adat untuk perkebunan sawit.
PT SAS sebelumnya memegang konsesi seluas 40.000 hektar di Kabupaten Sorong.

Pada 2022, pemerintah pusat mencabut izin pelepasan kawasan hutan PT SAS, disusul dengan pencabutan izin usaha.
Tak terima dengan keputusan itu, PT SAS menggugat pemerintah ke PTUN Jakarta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.