Mahasiswa Uncen
Komnas HAM Bekali Pemahaman Mahasiswa Uncen Melalui Program Join to Lecture
Misalnya bagaimana penanganan konflik, penyelesaian konflik, apa penyebab konflik, lalu bagaimana merubah konflik menjadi konsensus,
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Marius Frisson Yewun
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cendrawasih (Uncen) mengikuti kegiatan joint to lecture bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua.
Kegiatan bertemakan 'Stabilitas Politik: Keseimbangan Antara Konflik dan Konsensus' mata kuliah Sosiologi Politik dan Pembangunan Politik itu digelar di Kampus Uncen, Perumnas III, Waena, Kota Jayapura, Rabu, (29/10/2025).
Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan, Komnas HAM memiliki kepentingan untuk penyebarluasan wawasan HAM dan konflik, karena itu selain pendekatan aspek teoritis, yuridis tetapi juga ada studi kasus.
Baca juga: Militan Jones Nilai Polemik Gubernur Papua Pegunungan dan Wagub Merupakan Hal Wajar
Misalnya bagaimana penanganan konflik, penyelesaian konflik, apa penyebab konflik, lalu bagaimana merubah konflik menjadi konsensus, kata Frits, ini yang kemudian menjadi penting.
Frits mengatakan, materi yang dibawakannya mendapat berbagai respon dari mahasiswa. Mereka ingin mengeksplor lebih jauh soal kasus-kasus di Papua misalnya soal kebebasan berekspresi. Kemudian, proses dialog bersama orang Papua sejak rezim Presiden Habibie, Susilo Bambang Yudyohono, hingga Prabowo Subianto.
Mahasiswa juga menanyakan bagaimana kemungkinan dialog itu terjadi nanti, hingga masifnya aparat militer di Tanah Papua. Apakah itu, akan menimbulkan konflik ataukah justru menambah konflik.
"Seluruh persoalan itu menjadi sebuah fenomena konflik yang harus ditelaah oleh mahasiswa, mahasiswa diminta membaca fenomena sosial, dan gejala konflik," ujarnya.
Frits mengatakan kampus menjadi pusat studi konflik, kampus juga menjadi pusat rekonsialiasi, sehingga harus dibangun peradaban nilai supaya mahasiswa menjadi pusat peradaban, perubahan yang dikuatkan dengan pemahaman, teoritik tetapi juga implikasi faktual.
Baca juga: Bupati Yahukimo Ajukan PK Kedua Kasus Dualisme Kepala Kampung, Serahkan Bukti Baru ke PTUN Jayapura
"Itu menjadi penting kami datang ke sini. Kampus menjadi pusat tetapi kita membutuhkan agen. Kampus punya kewajiban tanggung jawab akademik, tapi punya tanggung jawab nilai wawasan penyebarluasan wawasan konflik, karena itu saya berterimakasih diundang ke sini," ujarnya.
Frits mengingatkan bahwa jika berbicara soal politik dan konflik, fakultas FISIP memilki tanggung jawab keilmuan untuk melakukan rekonstruksi terhadap peristiwa konflik, serta bagaimana menyusun dokumen penyelesaiannya.
Menurut dia, penyeimbang dalam mekanisme demokrasi, yang paling mungkin yaitu gerakan moral, mahasiswa menjadi agen penyeimbang dalam demokrasi dan perubahan politik.
"Jadi saya bicara gejala bagaimana, ini satu cara dari sekian cara [yaitu mahasiswa] untuk [menjadi] penyeimbang," katanya.
Akademisi Uncen, Dr. Renida Joselina Torobia mengatakan, kampus mengundang Komnas HAM berkaitan dengan mata kuliah Sosiologi Politik dan Pembangunan Politik.
"Di situ ada pokok bahasan tentang konflik dan konsensus. Kita kasih teori ke mahasiswa tapi kita harus kasih juga aplikasi dari teori. Kita sepakat untuk join to lecture antara program studi dan Komnas HAM Papu. Kami senang ketika Komnas menanggap kegiatan ini," ujarnya.
Baca juga: 517 Kepala Kampung Yahukimo Belum Diaktifkan, Bupati Abaikan Putusan MA: Tipikor Polda Papua Menanti

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.