Nasional
Teddy Wakum dan Dina Danomira Ungkap Ancaman terhadap Hutan Papua di COP30 Brasil
Proyek perluasan lahan berskala besar di Papua Barat menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat.
Penulis: Noel Iman Untung Wenda | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Noel Iman Untung Wenda
TRIBUN-PAPUA.COM, BRASIL - Para pembela tanah adat dari Papua Barat bersama perwakilan Global Witness tampil dalam sebuah webinar khusus pada Selasa, 18 November, untuk memberikan pembaruan terkini mengenai dinamika dan negosiasi di Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) di Belem, Brasil.
Dalam kutipan publikasi Brent Patterson pada November 14, 2025 dikatakan, nantinya Webinar tersebut yang dijadwalkan berlangsung pukul 3.00 sore waktu Brasil, atau pukul 10.00 pagi di Vancouver, 1.00 siang di Ottawa, dan 7.00 malam di Brussels, malam ini waktu Papua.
Acara ini menghadirkan tiga pembicara utama, Teddy Wakum, pembela hak asasi manusia masyarakat adat Papua, Dina Danomira, aktivis adat Papua Barat, serta Javier Garate, penasihat kebijakan senior di Global Witness.
Baca juga: KASUS Hutan Adat Awyu Boven Digoel, Ini Tanggapan Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan
Mereka akan membagikan laporan langsung mengenai situasi pembela tanah adat, ancaman terhadap lingkungan, serta peran masyarakat adat di forum global tersebut.
Teddy Wakum, Direktur lembaga bantuan hukum di Merauke, sebelumnya menegaskan bahwa proyek perluasan lahan berskala besar di Papua Barat menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat.
Ia mengungkapkan bahwa rencana pembukaan lebih dari 2 juta hektare lahan dalam proyek strategis nasional tidak hanya mengancam ruang hidup orang Papua, tetapi juga memperburuk krisis iklim.
“Ini hanya satu contoh dari banyak kasus deforestasi di Papua Barat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti peningkatan jumlah aparat militer yang masuk ke kawasan tersebut seiring berlangsungnya proyek.
Sementara itu, Dina Danomira yang sedang berada di Belem, Brasil, menyoroti minimnya kehadiran suara masyarakat adat dalam proses negosiasi COP30.
Ia menegaskan bahwa hutan di Papua Barat tidak boleh dijadikan komoditas.
“Hutan kami bukan BANK ANDA,” tegasnya.
Dina juga menyampaikan solidaritasnya kepada masyarakat adat Amazon, menyatakan bahwa perjuangan mereka adalah perjuangan bersama untuk masa depan bumi yang berkelanjutan.
Pembicara ketiga, Javier Garate dari Global Witness, menekankan urgensi perlindungan terhadap pembela lingkungan.
Ia menyebutkan bahwa COP30 harus menghasilkan komitmen nyata untuk menghentikan kriminalisasi terhadap para pembela lahan dan lingkungan.
Baca juga: Oridek Films Produksi Anak Tana, Bercerita Tentang Perlindungan Hutan dan Masyarakat Adat Papua
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/KAN-LINGKUNGAN-Direktur-LBH-Papua.jpg)