ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Nasional

Teddy Wakum dan Dina Danomira Ungkap Ancaman terhadap Hutan Papua di COP30 Brasil 

Proyek perluasan lahan berskala besar di Papua Barat menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat. 

Tribun-Papua.com/Istimewa
KERUSAKAN LINGKUNGAN - Direktur LBH Papua Merauke, Johnny Teddy Wakum di dampingi Emanuel Gobai saat menyatakan peryataan sikap di Merauke, Papua Selatan, Belum lama ini. (Dok. LBH Papua) 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Noel Iman Untung Wenda

TRIBUN-PAPUA.COM, BRASIL - Para pembela tanah adat dari Papua Barat bersama perwakilan Global Witness tampil dalam sebuah webinar khusus pada Selasa, 18 November, untuk memberikan pembaruan terkini mengenai dinamika dan negosiasi di Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) di Belem, Brasil. 

Dalam kutipan publikasi Brent Patterson pada November 14, 2025 dikatakan, nantinya Webinar tersebut yang dijadwalkan berlangsung pukul 3.00 sore waktu Brasil, atau pukul 10.00 pagi di Vancouver, 1.00 siang di Ottawa, dan 7.00 malam di Brussels, malam ini waktu Papua.

Acara ini menghadirkan tiga pembicara utama, Teddy Wakum, pembela hak asasi manusia masyarakat adat Papua, Dina Danomira, aktivis adat Papua Barat, serta Javier Garate, penasihat kebijakan senior di Global Witness.

Baca juga: KASUS Hutan Adat Awyu Boven Digoel, Ini Tanggapan Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan

Mereka akan membagikan laporan langsung mengenai situasi pembela tanah adat, ancaman terhadap lingkungan, serta peran masyarakat adat di forum global tersebut.

Suku Awyu berkumpul saat upacara pemasangan tanda di kampung Kowo, Boven Digoel, Papua Selatan, 24 Juni 2023.
Suku Awyu berkumpul saat upacara pemasangan tanda di kampung Kowo, Boven Digoel, Papua Selatan, 24 Juni 2023. ((GREENPEACE/JURNASYANTO SUKARNO))

Teddy Wakum, Direktur lembaga bantuan hukum di Merauke, sebelumnya menegaskan bahwa proyek perluasan lahan berskala besar di Papua Barat menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat. 

Ia mengungkapkan bahwa rencana pembukaan lebih dari 2 juta hektare lahan dalam proyek strategis nasional tidak hanya mengancam ruang hidup orang Papua, tetapi juga memperburuk krisis iklim.

“Ini hanya satu contoh dari banyak kasus deforestasi di Papua Barat,” ujarnya. 

Ia juga menyoroti peningkatan jumlah aparat militer yang masuk ke kawasan tersebut seiring berlangsungnya proyek.

Sementara itu, Dina Danomira yang sedang berada di Belem, Brasil, menyoroti minimnya kehadiran suara masyarakat adat dalam proses negosiasi COP30.

Ia menegaskan bahwa hutan di Papua Barat tidak boleh dijadikan komoditas.

“Hutan kami bukan BANK ANDA,” tegasnya.

Perwakilan masyarakat adat suku Awyu dari Boven Digoel, Papua Selatan, mengajukan permohonan intervensi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Perwakilan masyarakat adat suku Awyu dari Boven Digoel, Papua Selatan, mengajukan permohonan intervensi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Dina juga menyampaikan solidaritasnya kepada masyarakat adat Amazon, menyatakan bahwa perjuangan mereka adalah perjuangan bersama untuk masa depan bumi yang berkelanjutan.

Pembicara ketiga, Javier Garate dari Global Witness, menekankan urgensi perlindungan terhadap pembela lingkungan.

Ia menyebutkan bahwa COP30 harus menghasilkan komitmen nyata untuk menghentikan kriminalisasi terhadap para pembela lahan dan lingkungan. 

Baca juga: Oridek Films Produksi Anak Tana, Bercerita Tentang Perlindungan Hutan dan Masyarakat Adat Papua

Sumber: Tribun Papua
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved