Sosok
Kisah Soedanto Dokter Seribu Rupiah, 46 Tahun Mengabdi di Papua
FX Soedanto akrab disapa Dokter Seribu Rupiah di Papua karena tiap kali merawat pasiennya Soedanto memasang biaya yang sangat terjankau
Penulis: Calvin Louis Erari | Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Calvin Louis Erari
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Fransiskus Xaverius Soedanto akrab disapa Dokter Seribu Rupiah di Papua.
Sematan Dokter Seribu Rupiah diberikan karena tiap kali merawat pasiennya, Soedanto memasang biaya yang sangat terjangkau.
Di 2022 ini, genap sudah 46 tahun Dokter Seribu melayani di Papua.
Sejak tamat dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada 1975, Soedanto mendaftar program Dokter Inpres dan dinyatakan lulus di tahun yang sama.
Soedanto muda langsung ditempatkan di Asmat, Irian Jaya, atau sekarang disebut Papua.
"Begitu SK Gubernur keluar 1975, saya ke Asmat dan jadi dokter di rumah sakit peninggalan Belanda," tutur pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, itu.
Baca juga: Kisah Husnan Perantau Senior Asal Madura: Saya Sudah 10 Gubernur Hidup di Papua
Terhitung, 6 tahun Soedanto melayani masyarakat di Asmat.
Berjalan kaki masuk – keluar hutan dan rawa, Soedanto mengecek kesehatan masyarakat dari satu kampung ke kampung lainnya.
Bahkan, saat melalui luasnya hutan Asmat untuk menjangkau para pasien, Soedanto hanya mengkonsumsi makanan seadanya.
"Saya hanya makan sagu dan ikan, sebab tidak ada sayur di sana, karena daerahnya rawa," ujarnya.
Tapi, selama di Asmat, saya tidak sendiri. Saya ditemani beberapa tenaga medis masyarakat asli di sana," terang Soedanto kepada Tribun-Papua.com, di Jayapura, Jumat (21/01/2022).
Baca juga: Dokter Penyakit Dalam Ditambah, Direktur RSUD Merauke: Ada Penambahan Jam Layanan
Soedanto menceritakan masyarakat Asmat hidup dengan nilai budaya yang kental, bahkan mereka masih memakai pakaian dari rumput.
“Selama melayani, banyak masyarakat tak mampu. Mereka hanya membayar dengan sagu, ataupun kayu bakar dari hutan," katanya.
Inilah cerita awal Dokter Seribu Rupiah, yakni memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan tidak memasang tarif tinggi.
Setelah mengabdi di Asmat, Soedanto pindah ke Kota Jayapura pada 1982.
Rumah Sakit Jiwa Abepura menjadi tempatnya melayani pasien hingga pensiun pada 2013.
Namun, ketulusannya dalam melayani pengobatan masyarakat tidak pernah padam.
Baca juga: Mobilnya Dikeroyok 7 Pemotor, Dokter Ini Selamat Berkat Suara Sirine Ambulans
Alhasil, Apotek Rahmat di Jalan Ayapo Nomor 11 Abepura, Kota Jayapura, dibuka untuk menunjang pelayanan kesehatan bagi warga Kota Jayapura.
"Apotek saya ini sudah 40 tahun. Waktu membuka praktek saat itu, rata-rata yang datang masyarakat kelas bawah, seperti pekerja bangunan, dan lain sebagainya," jelasnya.
Kata dia, di tahun itu, harga pemeriksaan diberikan bagi masyarakat cukup murah.
"Sejak 1982 hingga 1985 biayanya Rp 500. Kemudian, saya lupa di tahun berapa itu naik menjadi Rp 2.000. Saya lupa karena sudah lama sekali. Sampai baru-baru ini sudah Rp 5.000,” katanya.
Baca juga: 1 Tahun Kematian Calon Dokter di Papua, Keluarga Tuntut Keadilan: Oknum Masih Aktif Praktek
Biaya pengobatan naik lantaran masyarakat saat ini sudah cukup memiliki pendapatan yang baik, dan kebutuhan keluarganya juga semakin meningkat.
"Dulu anak baru satu, kebutuhan juga masih sedikit. Tapi lama-lama anak bertambah, yah kebutuhan hidup tambah naik, seperti ongkos sekolah dan lain sebagainya, makanya baru-baru ini naik Rp 5.000," ujarnya.
Namun, menurut Soedanto, walau harga pemeriksaannya bertambah beberapa ribu, pasien yang datang ke tempat prakteknya terus meningkat.
"Setiap hari itu banyak pasien. Rata-rata 200 pasien saya periksa,” jelasnya.
Mulai pukul 9.00 WIT, sudah banyak pasien antre.
Baca juga: 4 Manfaat Cengkeh pada Bahan Masakan, Bisa Awetkan hingga Hilangkan Bau Amis Jeroan
“Jadi saya harus periksa satu per satu sampai kadang saya pulang pukul 15.00 – 16.00 WIT. Tapi itupun masih ada yang datang,” terangnya.
Dengan kondisi tubuh yang kini semakin menua, Soadanto mengaku terkadang dirinya merasa lelah,
"Tapi mau bagaimana, untuk masyarakat, saya harus tetap melaksanakan kewajiban saya sebagai dokter," pungkasnya.
Hingga saat ini, genap sudah 40 tahun Soedanto memberikan pelayanan kesehatan di Negeri Matahari Terbit, Port Numbay. (*)